Usut Jiwasraya, Kejaksaan Periksa Pejabat BEI dan Manajer Investasi
Kejaksaan Agung memeriksa pejabat tinggi Bursa Efek Indonesia dan manajer investasi terkait pengusutan kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hingga saat ini, kejaksaan telah meminta keterangan terhadap delapan dari 13 manajer investasi yang mendapat sorotan kejaksaan.
"Yang sudah dipanggil memberikan keterangan kalau tidak salah ada tujuh. Hari ini tambah satu (pihak perusahaan manajer investasi) yang diperiksa," kata Hari di kantornya, Jakarta, Senin (13/1).
(Baca: Didukung Lima Fraksi, Pimpinan DPR Kaji Pembentukan Pansus Jiwasraya)
Kejaksaan hari ini memeriksa lima pejabat BEI yakni Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Bursa Efek Indonesia (BEI) Goklas AR Tambunan, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI Vera Florida, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy. Kemudian, Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi BEI Endra Febri Setyawan dan Kepala Divisi Perusahaan 1 Bursa Efek Indonesia Adi Pratomo Aryanto.
Selain itu kejaksaan meminta keterangan dari mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan dan mantan Direktur PT. OSO Manajemen Investasi Lies Lilia Jamin.
Menurut Hari, perusahaan manajemen investasi yang akan diperiksa Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi Jiwasraya bisa bertambah. Hal tersebut, lanjutnya, akan disesuaikan dengan kebutuhan penyidikan. "Tentu dari tujuh tersebut saling terkait. Dari pemeriksaan tersebut bisa berkembang nantinya," kata Hari.
(Baca: Banyak Kasus, OJK Perketat Pengawasan Asuransi)
Adapun, Kejaksaan Agung saat ini sudah memeriksa 34 saksi dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Kejaksaan Agung pun telah mencegah tiga orang untuk berpergian ke luar negeri, yakni mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan, Kepala Divisi Keuangan Jiwasraya Agustin Widhiastuti, dan seorang karyawan Jiwasraya bernama Mohammad Rommy.
Pengusutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya naik ke tingkat penyidikan sejak 17 Desember 2019. Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan Nomor 33/F2/Fd2/12 Tahun 2019.
Pengusutan kasus ini bermula dari kegagalan Jiwasraya membayar klaim polis JS Saving Plan pada Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. Jumlah gagal bayar terus membengkak.
Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun. Selain salah membentuk harga produk yang memberikan hasil investasi pasti di atas harga pasar, Kejaksaan Agung menemukan BUMN asuransi ini memilih investasi dengan risiko tinggi demi mencapai keuntungan besar.
(Baca: Kronologi Kemelut Jiwasraya dari Masa SBY hingga Jokowi)