Sengketa Natuna, Ahli IT Peringatkan Risiko Serangan Siber Tiongkok

Cindy Mutia Annur
17 Januari 2020, 00:10
Natuna, Serangan Siber, Serangan Siber dari China, Serangan Siber dari China, Laut Natuna, Indonesia China Natuna, Indonesia Tiongkok
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Kapal Coast Guard China-5202 membayangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1/2020).

Pakar teknologi informasi memperingatkan risiko serangan siber di tengah konflik dengan negara lain, termasuk dengan Tiongkok saat ini. Hubungan Indonesia dengan Tiongkok memanas di tengah sengketa terkait hak berdaulat di Laut Natuna.

Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan, serangan siber yang paling mengkhawatirkan adalah yang bentuknya spionase sehingga menargetkan informasi atau data-data penting milik negara.

Ia mengatakan, Amerika Serikat (AS) kerap dibobol oleh para peretas Negeri Tirai Bambu. Meskipun, keduanya tidak dalam kondisi berkonflik atau perang. Risiko serupa perlu diwaspadai pemerintah Indonesia. Apalagi, piranti keras (hardware) yang beredar di dunia ini mayoritas buatan Tiongkok.

“Kita enggak boleh menuduh, tapi logikanya, tidak sulit untuk menyelipkan sesuatu ke dalam hardware. Apakah ke dalam processor atau ke dalam komponen-komponen lain dalam ,” ujar Alfons ketika dihubungi Katadata.co.id, Kamis (16/1).

(Baca: Ahli IT Prediksi Serangan Siber Pakai Bot Semakin Masif Tahun Ini)

Menurut dia, dengan alasan ini juga Presiden AS Donald Trump berkeras untuk tidak menggunakan perangkat 5G dari Huawei. Maka itu, kata dia, Indonesia yang banyak menggunakan hardware dari Tiongkok harus memahami titik lemah tersebut. “Kita harus berhati-hati," ujarnya.

Guna mengantisipasi risiko serangan siber berupa spionase, Alfons menjelaskan, pemerintah perlu hati-hati dalam penggunaan hardware ataupun piranti lunak (software) oleh lembaga-lembaga penting negara, atau para pembuat keputusan kunci, seperti presiden dan para menteri.

Secara khusus dalam kasus Natuna, kewaspadaan perlu ditingkatkan di lembaga kemaritiman, termasuk Angkatan Laut. Bila perangkat komunikasi disadap, maka pergerakan bisa dengan mudah terpantau.  

Dengan risiko ini, Alfons mengimbau agar pemerintah jangan emosional dalam menanggapi masalah Natuna. Ia mendukung sikap tegas pemerintah, namun jalur diplomasi tetap perlu dikedepankan. “Jangan sampai terprovokasi," ujarnya.

(Baca: Ajakan untuk Jepang Berinvestasi di Natuna Menuai Respons Beragam)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...