Ahli IT Prediksi Serangan Siber Pakai Bot Semakin Masif Tahun Ini
Perusahaan layanan teknologi global Nippon Telegraph and Telephone (NTT) Indonesia memprediksi, serangan siber yang mengandalkan bot dengan dilengkapi teknologi artificial intelligence (AI) akan semakin masif.
Serangan siber ini disebut lebih berbahaya karena bisa menganalisis titik lemah sasarannya. "Mana yang make sense untuk diserang dia (bot) bisa tahu," kata CEO NTT Hendra Lesmana di Jakarta pada Senin (13/1).
Ia mengatakan, serangan seperti itu akan semakin meningkat intensitasnya pada tahun ini. Adapun berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ada 129 serangan siber masuk ke Indonesia sampai September 2019.
(Baca: Ahli IT Prediksi Penipuan Lewat Aplikasi & Malware AI Marak pada 2020)
Maka itu, ia menekankan, pertahanan untuk mengantisipasi serangan siber perlu dilengkapi AI. Ini guna mendeteksi dini serangan dan menganalisis asalnya. "Seandainya pertahanan hanya cukup di manusia, ini akan jebol," ujar dia.
Selain itu, Hendra memprediksi, jenis serangan siber yang akan masif yaitu ransomware. Menurut dia, spesifikasi ransomware sangat jahat. Apabila sudah menjadi korban, data akan terkunci dan ketika ingin data kembali, ia harus membayarnya. Ketika membayarnya pun, ada persyaratan tertentu yang membuat korban akan terus terjebak dan data lainnya akan diretas.
Ia menyarankan, apabila sudah terlanjur menjadi korban serangan ransomware, lebih baik dibiarkan saja datanya hilang jangan terjebak untuk mengikuti persyaratan peretas. "Istilahnya seperti masuk putaran spiral tanpa henti atau sumur tak berdasar," ujar Hendra.
Sektor yang diprediksi akan menjadi sasaran yaitu sektor finansial seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya. "Yang diserang industri finansial karena semua duitnya di situ," kata dia.
(Baca: Perkuat Layanan Keamanan Siber, VMware Akuisisi Carbon Black Rp 29,4 T)
Untuk serangan siber berupa cryptojacking diprediksi akan semakin turun. Penyebabnya, nilai mata uang digital yang turun. Padahal, computing power yang dibutuhkan untuk itu tinggi.
Ia mengimbau, baik institusi maupun perusahaan untuk menerapkan desain keamanan sedini mungkin. "Dari awal desain itu dibuat secure. Ketika perusahaan memunculkan fitur baru, harus sudah diantisipasi desain keamanannya," ujar Hendra.