Laba Inna Hotel Melesat Tahun Lalu dari Hanya Rp 9 Juta di 2017
Perusahaan negara di bidang perhotelan, Hotel Indonesia Natour atau yang dikenal dengan nama Inna Hotels & Resorts, terus mencatatkan perbaikan kinerja bisnis. Perusahaan mencetak laba bersih Rp 50,8 miliar pada 2019, melonjak 198% dari tahun sebelumnya Rp 17 miliar.
Perusahaan tercatat menderita rugi Rp 113,5 miliar pada 2015. Kerugian berlanjut pada 2016, namun dengan jumlah yang lebih sedikit yakni Rp 92 miliar. Perusahaan kembali mencetak untung mulai 2017. Ketika itu, perusahaan untung tipis Rp 9 juta, lalu berlipat ganda menjadi Rp 17 miliar pada 2018, dan mencapai Rp 50,8 miliar tahun lalu.
Presiden Direktur Hotel Indonesia Natour Iswandi Said menjelaskan perusahaan kini tidak hanya berfokus pada pendapatan dari penyewaan kamar hotel, tetapi juga sewa ballroom, restoran, dan spa. Sebab, pendapatan dari penyewaan kamar sangat fluktuatif.
"Tidak selalu tingkat hunian rendah lalu pendapatan kecil. Tapi restoran, spa, penyewaan ballroom bisa jadi pendapatan tambahan," kata Iswandi dalam diskusi dengan media di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (30/1).
(Baca: Skema Pembentukan Holding BUMN Hotel akan Diputuskan Juni 2020)
Tahun ini, perusahaan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 172 miliar untuk memperbaiki sejumlah hotel. Adapun laba ditargetkan meningkat 10-15%.
Ia menjelaskan, pihaknya akan terus melakukan berbagai macam inovasi untuk meningkatkan tiga hal penting dalam bisnis perhotelan, yaitu konektivitas, aksesibilitas, dan atraksi. Inovasi tersebut antara lain bekerja sama dengan perusahaan negara di bidang transportasi untuk menciptakan suatu ekosistem perjalanan.
"Kami kerja sama dengan Damri, Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia), ASDP Indonesia Ferry untuk berkolaborasi. Kami buatkan satu bundling package," ujarnya.
Sedangkan, untuk menghadapi era 4.0, perusahaan sedang mengembangkan aplikasi pemesanan hotel dan transportasi. Tujuannya, agar perusahaan tidak bergantung pada penyedia jasa perjalanan berbasis online (Online Travel Agent/ OTA). Sebab, OTA disebut mengenakan komisi yang besar yakni mencapai 18%.
(Baca: Erick Thohir Heran Banyak BUMN Punya Hotel, Berikut Sebagian Daftarnya)
Adapun perusahaan sudah menggunakan teknologi digital untuk pengelolaan bisnis dari mulai reservasi, pemesanan makanan, pembayaran, hingga pengadaan proyek.