Lonjakan Terbesar Korban Meninggal Corona, Bursa Saham Asia Turun
Bursa saham Asia pada Kamis (13/2) bergerak di zona merah setelah pemerintah Tiongkok mengumumkan lonjakan harian terbesar korban meninggal akibat virus corona.
Komisi kesehatan provinsi Hubei, Tiongkok, melaporkan jumlah korban meninggal akibat virus yang bernama resmi COVID-19 itu bertambah 242 menjadi 1.310 orang hingga Rabu (12/2). Ini merupakan lonjakan harian terbesar sepanjang epidemi ini berlangsung.
Sebelumnya rekor tambahan korban meninggal tertinggi mencapai 103 orang pada Senin 10 Februari 2020. Adapun jumlah korban terinfeksi saat ini hampir mencapai 60.000 orang di Tiongkok.
Kabar menyedihkan tersebut mengantarkan mayoritas bursa saham utama Asia terkoreksi pagi ini, termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks Shanghai yang dalam tren positif sejak anjlok 7,72% pada awal Februari pagi ini terkoreksi 0,53%.
(Baca: IHSG Diramal Masih Turun, Analis Rekomendasikan Saham Blue Chip)
Menyusul indeks Tiongkok, IHSG terkoreksi 0,46%, kemudian Strait Times turun 0,19%, Hang Seng turun 0,14%, dan Nikkei turun 0,12%. Sementara ini hanya indeks Kospi yang melaju kuat di jalur hijau, naik 0,32%.
Padahal bursa saham Amerika Serikat (AS) di Wall Street menutup perdagangan dengan mencetak rekor baru pada tiga indeks utamanya. Indeks Dow Jones naik 0,94% ke level 29.551,42; Nasdaq naik 0,9% ke level 9.725,96; dan S&P 500 naik 0,65% ke level 3.379,45.
Sebelumnya bursa saham Asia berada dalam tren positif selama beberapa hari terakhir seiring dengan turunnya jumlah kasus baru positif terinfeksi virus corona. Berbagai pihak menilai hal tersebut sebagai tanda wabah virus corona telah mencapai puncaknya.
"Tepat ketika pasar menerima gagasan bahwa peningkatan infeksi COVID-19 menurun, lonjakan drastis dalam jumlah korban meninggal di Hubei telah menyadarkan pasar," kata kepala riset Asia di Grup ANZ Khoon Goh, seperti dikutip Bloomberg.
(Baca: Korban Meninggal Akibat Virus Corona Bertambah Lagi, Capai 1.310 Orang)
Dia menjelaskan bahwa virus corona dapat membuat pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat signifikan menjadi hanya tumbuh 3,2 – 4%, atau jauh di bawah proyeksi sebelumnya sebesar 5%.
Pemerintah Tiongkok pun telah menyerukan upaya untuk meminimalkan dampak dari wabah, dan berjanji untuk membantu perusahaan di sana mengantisipasi kejatuhan ekonomi.
Adapun Tiongkok adalah importir dan konsumen minyak terbesar di dunia. Merebaknya wabah virus corona telah mengantarkan harga minyak jatuh sejak awal tahun ini dari level US$ 63 – 68 per barel menjadi US$ 51 – 55 per barel.
(Baca: Harga Minyak Terus Naik Imbas Berkurangnya Kasus Baru Virus Corona)