Sri Mulyani: Defisit APBN 2020 Berpotensi Tembus Rp 1.000 Triliun
Pandemi virus corona turut menekan anggaran pendapatan dan belanja negara 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berpotensi melebar mencapai Rp 1.028,5 triliun atau 6,27% terhadap produk domestik bruto.
Pemerintah sebelumnya telah melebarkan defisit APBN 2020 hingga 5,07% terhadap PDB atau mencapai Rp 852,9 triliun. Ini termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020.
"APBN bisa defisit Rp 1.028,5 triliun atau 6,72% dalam rangka memerangi dan mendorong ekonomi agar bertahan di tengah tekanan virus corona dan diharapkan bisa pulih lagi," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Senin (18/5).
Sri Mulyani memerinci, outlook pendapatan negara tahun ini hanya akan mencapai Rp 1.691,6 triliun, turun 13,6% dibandingkan realisasi 2019 sebesar Rp 1.957,2 triliun. Angka ini juga lebih rendah Rp 69,3 triliun dari target Perpres 54 tahun 2020 yang sebesar Rp 1.760,9 triliun.
(Baca: BI Pilih Pelonggaran Kuantitatif, DPR Dorong Cetak Uang, Apa Bedanya?)
Outlook pendapatan negara tersebut pun terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.404,5 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 286,6 triliun.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai outlook penerimaan perpajakan dan PNBP tersebut terkontraksi masing-masing 9,2% dan 29,6% dibandingkan tahun lalu. "Ini akibat dari begitu banyak insentif pajak diberikan dan pelemahan ekonomi di semua sektor," katanya.
Di tengah pendapatan negara yang semakin seret, belanja negara justru diproyeksi lebih tinggi Rp 106,3 triliun dibandingkan Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp 2.613,8 triliun. Dalam outlook perubahan APBN 2020, belanja negara dipatok sebesar Rp 2.720,1 triliun.
Belanja negara terdiri dari Rp 1.959,4 triliun belanja pemerintah pusat. Kemudian Rp 760,7 triliun untuk transfer ke daerah dan dana desa.
Dalam kenaikan belanja tersebut, terdapat tambahan kompensasi Rp 76,08 triliun. Perinciannya, Rp 38,25 triliun untuk PT PLN dan Rp 37,38 triliun untuk PT Pertamina. Dengan demikian, secara keseluruhan total kompensasi untuk PLN mencapai Rp 45,42 triliun dan Pertamina Rp 45,02 triliun.
(Baca: Sri Mulyani Yakin Ekonomi RI Pulih Tahun Depan, Diproyeksi Tumbuh 5,5%)
Selain itu, terdapat pula tambahan stimulus fiskal yang terdiri dari subsidi bunga UMKM, termasuk UMi Rp 34,2 triliun, diskon tarif listrik menjadi 6 bulan Rp 3,5 triliun, bantuan sosial tunai dan sembako hingga Desember Rp 19,62 triliun, serta cadangan stimulus Rp 60 triliun dari tambahan belanja Rp 40,7 triliun dan realokasi dari dana stimulus yang tak terpakai.
Meski demikian, terdapat pula penghematan lanjutan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 50 triliun dan penghematan belanja pegawai THR dan Gaji 13 sebesar Rp 12,4 triliun.
Untuk bisa menalangi defisit anggaran tersebut, Sri Mulynai menilai akan dilakukan pembiayaan anggaran melalui pengadaan surat berharga negara yang sudah di atur di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undnag (Perppu) 1 tahun 2020. "Below the line akan ada tambahan PMN Rp 25,27 triliun dalam pemulihan ekonomi nasional," katanya.
Maka dari itu, target pembiayaan anggaran dalam outlook dipatok Rp 1.028,5 triliun. Jauh lebih tinggi dari Perpres 54 tahun 2020 yang sebesar Rp 852,9 triliun.