Imbas Covid-19, RI Berpeluang Pasok Otomotif hingga Kertas ke Kanada
Pandemi corona telah berdampak terhadap sektor perdagangan dan rantai pasok dunia, salah satunya ke Kanada. Negara ini mengalami kekosongan serta disrupsi rantai pasok beberapa barang dari Tiongkok sehingga memberikan peluang bagi Indonesia meningkatkan perdagangan ke sana.
"Akibat Covid-19 ini, ada kekosongan pasar, disrupsi supply chain dari Tiongkok sehingga ada peluang buat kita," kata Kapuslitbang Kebijakan Kawasan Amerop, Kementerian Luar Negeri Ben Perkasa Drajat dalam webinar perdagangan, Jumat (19/6).
Menurutnya, Kanada memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dengan Amerika Serikat dan Tiongkok. Namun, rantai pasok tersebut terganggu sejak adanya Covid-19.
(Baca: Kemendag Incar Pangsa Pasar Baru untuk Genjot Ekspor Makanan & Minuman)
Ben pun telah melakukan kajian terhadap produk Indonesia yang berpotensi diekspor serta memiliki daya saing tinggi ke sana, seperti otomotif dan komponennya, produk kertas, alas kaki, dan produk karet mobil.
Komoditas tersebut merupakan 50 besar komoditas yang telah diekspor Indonesia ke seluruh dunia dalam lima tahun terakhir. "Jadi pada komoditas ini, produsen Indonesia terbukti memiliki pengalaman dan akses pasar yang baik," ujar dia.
Meski begitu, dia juga memaparkan ada beberapa kendala akses ekspor produk ke Kanada. Seperti, Indonesia tidak memiliki pelayanan kargo yang langsung ke Kanada. Dengan begitu, pengiriman harus melalui Jepang dan Tiongkok sehingga menjadi kurang efektif.
Untuk jangka pendek, pemerintah bisa melakukan beberapa kebijakan. Pertama, mulai mengidentifikasi perusahaan Indonesia yang memproduksi keempat komoditas tersebut. Kedua, segera melakukan penjajakan dengan pihak pembeli di Kanada.
Takn hanya di bidang perdagangan, Indonesia juga memiliki kesempatan meningkatkan investasi dari Kanada. Contohnya, investasi pada sektor mesin, mesin elektrik dan perangkatnya, dan kendaraan.
(Baca: RI Kena Tuduhan Perdagangan Tidak Sehat, Apa Itu Safeguards & Dumping?)
Indonesia, juga memiliki peluang untuk membuka pabrik di Kanada untuk sektor inorgani chemicals, alas kaki, serta besi baja.
Konsul Jendral RI di Vancouver Tuti W. Irman menambahkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam mengekspor produk ke Kanada. Salah satunya dari sisi daya saing produk. Menurutnya, produk Indonesia dinilai memiliki harga yang lebih mahal dari negara lainnya lantaran ada tarif bea masuk yang tinggi.
"Kita memiliki level playing field tidak sama dengan kompetitor lainnya di ASEAN. Perbedaan tarifnya banyak, bisa 0-16%," ujar dia. Hal tersebut terjadi lantaran tidak ada perjanjian dagang antara Indonesia dengan Kanada.
Meski begitu, Konsul Jenderal RI di Toronto Leonard Hutabarat mengatakan, kontainer asal Indonesia bisa masuk ke Kanada tanpa dikenakan tarif apabila produk tersebut tidak diproduksi oleh Kanada.
"Jadi di tengah covid-19, kontainer Indonesia masih bisa masuk Toronto," ujar dia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total perdagangan Indonesia dan Kanada mencapai US$ 2,68 miliar. Secara rinci, ekspor Indonesia ke Kanada sebeara US$ 848,1 juta, sedangkan impor dari Kanada US$ 1,8 miliar.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia terhadap Kanada tercatat defisit USS$ 990 juta pada 2019.