Ekonom Nilai Jokowi Belum Perlu Rombak Menteri Ekonomi Saat Ini
Ancaman Presiden Joko Widodo untuk mengocok ulang (reshuffle) kabinet mencuat setelah ia geram dengan upaya penanganan virus corona Covid-19 yang tidak optimal. Namun ekonom menilai hal tersebut belum perlu dilakukan saat ini.
Ancaman ini lantas dimaknai beragam oleh sejumlah pihak. Segenap partai politik, baik yang menjadi koalisi maupun oposisi, juga ikut menanggapi peringatan yang disampaikan Jokowi secara langsung dalam sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020 itu
Namun pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi khawatir perombakan kabinet dapat menganggu keberlangsungan kebijakan yang telah berjalan. Apalagi saat ini semua pihak sedang fokus mengatasi dampak krisis.
"Ini bukan saat yang tepat, kan sedang kritis, reshuffle ekstrim dilakukan dapat mengganggu tatanan yang ada," kata Fitra kepada Katadata.co.id, Selasa (30/6).
(Baca: Kejengkelan Jokowi dan Ancaman Reshuffle Kabinet Buntut Pandemi)
Selain itu Fitra menilai kinerja menteri ekonomi saat ini sudah cukup baik. Sebagai contoh, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mempersiapkan dampak Covid-19 sejak Januari meskipun belum banyak pihak yang mempertimbangkan dampak penyakit tersebut ke Tanah Air.
Sri Mulyani juga dianggap membuat kebijakan penanganan ekonomi secara cepat dan sistematis. Alokasi biaya lebih dari Rp 600 triliun untuk menangani Covi-19 juga dianggap menjanjikan.
Selain Menkeu, Fitra juga menilai kinerja Menteri Perdagangan Agus Suparmanto telah menunjukkan hasil yang baik. Hal ini tercermin dari surplus neraca perdagangan selama Januari-Mei 2020 sebesar US$ 4,31 miliar.
Selain itu, Agus dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga dinaggap telah mengendalikan inflasi dengan baik. "Meski lebih banyak disebabkan oleh penurunan daya beli, tapi stok cukup memadai," ujar dia.
Dia juga menganggap kerja Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama juga cukup maksimal. Oleh karena itu, ia memperkirakan ancaman Jokowi hanya bersifat gertakan untuk mendorong kinerja para menteri. "Secara keseluruhan bukan salah pada menteri, tapi bagaimana perkuat komunikasi," katanya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan belum ada menteri bidang ekonomi yang perlu dirombak saat ini. Dia menjelaskan alasannya karena penilaian kinerja baru bisa dilakukan setelah data pertumbuhan ekonomi triwulan II diumumkan.
Namun Tauhid berharap ada perubahan cara kerja dari setiap menteri ekonomi agar program pemulihan ekonomi nasional berjalan efektif. Sebagai contoh bila pertumbuhan konsumsi rumah tangga rendah berarti ada permasalahan pada penyaluran bantuan sosial (bansos).
"Data pertumbuhan ekonomi itu jadi ceminan sektor mana yang bermasalah," ujar dia.
Namun Tauhid memprediksi perombakan kabinet di tengah krisis dan pandemi tidak akan menimbulkan risiko terhadap pemerintah. Sebabnya berbagai kebijakan sudah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). "Jadi menteri baru tinggal manajemen kerja di lapangan," katanya.
Tiga Makna Ancaman
Dari sisi politik, Direktur Eksekutif Charta Politik Yunarto Wijaya memprediksi ada tiga makna berbeda dari ancaman reshuffle. Pertama, peringatan tersebut merupakan teguran ke para menteri dengan cara menyampaikan langsung capaian kinerja mereka ke hadapan publik.
"Sehingga diharapkan ada stimulus melalui 'cubitan' ini supaya menteri bekerja lebih baik," kata Yunarto saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (29/6).
(Baca: Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet, Kinerja Beberapa Sektor Disorot)
Kedua, Jokowi memang sudah memiliki rencana reshuffle kabinet. Hanya saja, dia ingin mengetahui respons publik terkait wacana yang disampaikannya terlebih dahulu.
Ini lantaran publik terbelah dalam menilai wacana perombakan kabinet di tengah pandemi corona. Menurutnya, ada sebagian masyarakat yang menganggap wacana tersebut sudah tepat karena pemerintah butuh kerja cepat.
Namun ada pula yang menilai kocok ulang posisi di kabinet tidak tepat karena kerja pemerintah harus kembali mulai dari awal. "Sehingga ada upaya testing the water melihat respon dari publik, yang saya lihat cukup positif ya sebenarnya," kata Yunarto.
Ketiga, hal ini adalah pertanda kepastian Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Yunarto menjelaskan publikasi video pidato Jokowi dalam sidang kabinet paripurna itu merupakan sinyal awal dari Kepala Negara terkait pergantian personel.
Tujuannya agar publik tak akan kaget dengan pemecatan menteri di tengah pandemi. "Termasuk para stakeholder, baik partai atau menteri-menteri tersebut (tidak kaget dengan reshuffle)," kata dia.
Yunarto juga memprediksi reshuffle bisa terjadi dalam waktu dekat. Jika melihat polanya, Jokowi juga pernah merombak kabinet tak lama setelah menjabat pada periode pertamanya yakni Agustus 2015.
"Jadi menurut saya tidak mengagetkan ketika Jokowi akan bisa melakukan reshuffle, bahkan ketika menterinya baru seumur jagung," kata Yunarto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai ancaman reshuffle merupakan cambuk agar para menteri bekerja maksimal. Mantan Wali Kota Solo itu seperti ingin menunjukkan bahwa dirinya tak ragu mencopot anak buah yang berkinerja buruk.
Dia mengatakan selama ini para menteri tak bisa menerjemahkan keinginan Jokowi. Akhirnya kebijakan yang dikeluarkan seperti salah jalan dan tak sesuai keinginan Kepala Negara. "Itu membuat para menteri yang jeblok kinerjanya tak akan bisa tidur karena takut di-reshuffle," kata Ujang.
Istana juga tidak menampik kemungkinan langkah reshuffle akan diambil Jokowi. Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan ancaman tersebut seperti strategi di dunia militer untuk memberikan contoh tegas kepada jajarannya.
Moeldoko lantas menyebut ada tiga langkah yang biasa diambil komandan militer di situasi krisis. Pertama menunjukkan kehadiran pimpinan di lapangan. Cara ini telah diambil Jokowi di Jawa Timur beberapa hari lalu.
Kedua adalah dengan mengirimkan senjata bantuan, dalam hal ini adalah bantuan sosial. Namun jika dua cara tak berhasil mengatasi krisis, komandan militer akan mengeluarkan jurus ketiga yakni pengerahan kekuatan cadangan.
Menurut mantan Panglima TNI tersebut, pengerahan kekuatan cadangan adalah opsi terakhir yang biasa diambil komandan militer. Biasanya, langkah ini baru diambil ketika situasi sangat jelek. "Jangan sampai ini dijalankan oleh Presiden," kata dia.
(Baca: Moeldoko Jelaskan Makna di Balik Ancaman Jokowi Reshuffle Kabinet )
Siapa Tergusur
Spekulasi lalu berpindah kepada nama Menteri yang berpotensi dipecat oleh Jokowi. Ujang menyebut salah satu nama yang berpotensi kena reshuffle adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dianggap lambat dalam menangani corona.
Nama Terawan pun sudah dua kali disorot oleh Jokowi dalam beberapa waktu terakhir. Ia sempat disinggung karena lambat mencairkan insentif bagi tenaga kesehatan. "Mungkin Terawan yang rawan akan di-reshuffle," kata Ujang.
Partai politik juga menganggap murka Jokowi kepada anak buahnya adalah wajar demi meningkatkan kinerja Menteri di tengah kondisi krisis. Meski demikian parpol yakin kadernya yang ada di kabinet tidak akan digusur Presiden.
"Kami menunggu aksi para menteri melalui berbagai program kerakyatan yang nyata dan berdampak luas bagi masyarakat," kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
(Baca: Pengamat Ungkap Tiga Kriteria Menteri yang Terancam Reshuffle)
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Yaqut Cholil Qoumas mengatakan yakin menteri-menteri PKB tak akan dicongkel dari kabinet. Dia menilai alasannya kinerja mereka selama ini pun menurutnya baik.
PKB mengirimkan tiga kadernya yakni Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Halim Iskandar, dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. “Presiden pasti tahu dan bisa menilai,” kata dia.
Golkar yang memiliki empat kursi menteri juga yakin tak ada satupun dari mereka bakal dicopot. Namun partai beringin menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi keputusan reshuffle.
“Saya tahu persis menteri-menteri Golkar sudah bekerja dengan baik,” kata Ketua DPP Golkar Dave Laksono.
Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menyatakan Jokowi perlu mempertimbangkan penyegaran posisi demi perbaikan kinerja kabinet. Namun ia yakin Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tidak akan terpental dari kursinya.
(Baca: Murka Jokowi dan Isu Reshuffle Akibat Corona, Siapa Terancam?)
(Catatan Redaksi: Artikel telah mengalami perubahan pada Selasa (30/6) pukul 21.50 WIB untuk menambahkan penjelasan ekonom dan perubahan judul).