BI Sebut Tenor SBN yang Dibeli Lewat Skema Burden Sharing 5-10 Tahun

Agatha Olivia Victoria
9 Juli 2020, 19:08
bank indonesia, SBN, burden sharing pemerintah bi
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut SBN yang akan dibeli pemerintah melalui skema burdeng sharing dengan pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional akan memiliki tenor 5-10 tahun.

Bank Indonesia telah sepakat untuk membagi beban biaya bunga dengan pemerintah atas penerbitan SBN untuk pemulihan ekonomi nasional. Selain menanggung sebagian beban biaya bunga, BI juga memastikan SBN yang dibeli akan memiliki jangka waktu yang cukup panjang, yakni hingga 10 tahun. 

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan SBN yang dibeli pihaknya dalam rangka pemulihan ekonomi nasional melalui pasar perdana kemungkinan akan memiliki masa jatuh tempo hingga 10 tahun. Ini demi meringankan beban pemerintah. "Kami tahan untuk bisa restrain 5-10 tahun," kata Perry dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR, Kamis (9/7).

Perry menjawab pertanyaan anggota DPR terkait tenor dari SBN yang dibeli BI dari pemerintah dalam rangka burden sharing pembiayaan pemulihan ekonomi nasional. Pertanyaan ini juga terkait dengan rencana pemerintah untuk mengganti acuan suku bunga dalam asumsi makro APBN dari SPN 3 bulan menjadi SBN tenor 10 tahun. 

Meski demikian, menurut Perry, hal ini masih perlu dibahas dengan pemerintah. Setelah bersepakat, keduanya akan membuat surat keputusan bersama terkait tenor SBN tersebut. "Ini supaya beban pemerintah ke depan lebih enak," ujarnya.

(Baca: Burden Sharing Pemerintah dan BI Berisiko Menggoyang Kurs Rupiah)

Sebelumnya, pemerintah dan bank sentral telah mencapai kesepakatan berbagi beban atau burden sharing pembiayaan dana penanganan dan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19 tahun ini yang mencapai Rp 903,46 triliun. Dari jumlah tersebut, beban pembiyaaan sebesar Rp 397,56 triliun yang diperuntukkan untuk belanja publik akan ditanggung sepenuhnya oleh BI.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bank sentral menanggung pembiayaan tersebut hanya pada tahun ini saja. "Itu nanti melalui Surat Berharga Negara yang akan langsung dibeli oleh BI. Jadi nanti berapa pun yang akan kami cairkan, itu yang akan kami terbitkan dan dibeli BI secara langsung dengan suku bunga SBN," kata Sri Mulyani dalam konferensi video, Senin (6/7).

Sri Mulyani menjelaskan BI akan membiayai penuh belanja untuk manfaat publik, yang terdiri dari belanja kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, dan sektoral k/l & pemda Rp 106,11 triliun. Pembiyaan oleh BI itu akan menggunakan private placement. 

Skemanya, pemerintah akan menerbitkan SBN yang dibeli bank sentral dengan suku bunga acuan BI reverse repo rate.  SBN yang dimaksud bersifat dapat diperdagangkan atau tradable dan marketable.

(Baca: Pemerintah dan BI Segera Teken SKB Bagi Beban Biaya Pemulihan Ekonomi)

Kendati demikian, pemerintah akan membayar bunga atau imbalan kepada BI sesuai tanggal jatuh tempo SBN. Adapun pada hari yang sama, otoritas moneter akan mengembalikan bunga kepada pemerintah sesuai skema burden sharing.

Bank sentral juga akan membiayai belanja barang non-publik seperti bantuan UMKM sebesar Rp 123,46 triliun dan pembiayaan korporasi non-UMKM Rp 53,57 triliun. Namun, pembiyaan untuk belanja barang non-publik akan melalui penerbitan SBN dengan mekanisme pasar sesuai kesepakatan sebelumnya pada UU Nomor 2 tahun 2020.

Secara perinci, untuk pembiayaan non-public goods UMKM, BI akan memperoleh bunga hanya sebesar reverese repo rate dikurangi 1%. Sedangkan untuk pembiayaan non-public goods korporasi, BI memperoleh bunga sebesar reverse repo rate yang saat ini ditetapkan sebesar 4,3%. 

Adapun untuk pembiayaan belanja lainnya sebesar Rp 328,87 triliun, pembiayaannya akan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah. Pembiayaan akan dilakukan melalui penerbitan SBN dengan mekanisme pasar. "Jadi yang ini tidak ada tanggungan BI," kata Sri Mulyani.

Jika menggunakan perhitungan rerata yield SBN tenor 10 tahun sejak awal Januari hingga 16 Juni sebesar 7,36%, maka beban bunga utang atas dampak Covid-19 mencapai Rp 66,5 triliun per tahun. Sesuai skema burden sharing, BI akan menanggung sebesar Rp 35,9 triliun, sementara sisanya ditanggung pemerintah. 

Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan Rp 695,2 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Namun, perkembangan realisasinya tercatat masih rendah hingga Senin (29/6). Di bidang kesehatan, misalnya, baru 4,68% dari anggaran Rp 87,5 triliun

.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...