Ma'ruf Amin: Jangan Hanya Jadi Negara Tukang Stempel Produk Halal
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut Indonesia saat ini merupakan konsumen produk halal terbesar dunia. Namun dari sisi produksi, Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain.
"Kita jangan hanya jadi negara tukang stempel produk halal. Harus jadi produsen produk halal yang diekspor ke berbagai negara," kata Ma'ruf dalam acara 6th Indonesia Sharia Economic Festival di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (13/11).
Berdasarkan data Globalreligiousfutures, jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam (muslim) pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau setara 87,17% dari total penduduk sebanyak 239,89 juta jiwa. Pada 2020, penduduk muslim Indonesia diprediksi akan bertambah menjadi 263,92 juta jiwa dan meningkat pada 2050, seperti terekam dalam databoks di bawah ini.
Ma'ruf tak merinci lebih jauh data industri halal di Tanah Air maupun negara lain. Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo pernah menyebut industri halal Indonesia tak hanya tertinggal dibandingkan sesama negara muslim, tetapi juga negara nonmuslim seperti Thailand dan Australia.
"Tidak usah dibandingkan dengan Malaysia jauh, Uni Emirat Arab, jauh. Kita juga kalah dengan Australia," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dikutip dari Antara, akhir tahun lalu.
Perry kala itu menilai diperlukan peningkatan produksi produk halal di Indonesia. Hal ini, antara lain dapat dilakukan melalui pemberdayaan pesantren.
(Baca: BI: Zakat hingga Infak Belum Optimal Dorong Pertumbuhan Ekonomi RI)
Kalahkan Mesir dan Malaysia
Tak hanya kalah dari sisi produksi produk halal, menurut Ma'ruf Amin, Indonesia juga tertinggal dibandingkan sejumlah negara lain dalam hal pengembangan keuangan syariah.
Ia menjelaskan, pangsa pasar keuangan syariah baru mencapai 6,8% hingga Januari 2019. Angka ini jauh tertinggal dibanding negara muslim lainnya, seperti Malaysia yang mencapai 28,2%, Mesir sebesar 9,5%, dan Pakistan sebesar 10,4%.
Ia pun menargetkan dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia bisa melampaui negara-negara itu. Ma'ruf optimis ekonomi syariah mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Kami akan terus mengejar ketertinggalan agar bisa seperti negara dengan mayoritas umat muslim lainnya," ujarnya.
(Baca: Sistem Keuangan Syariah Indonesia Terbaik ke 4 Dunia, Malaysia Nomor 1)
Sebelumnya, Refinitiv mencatat, peringkat Islamic Finance Development Indicators (IFDI) Indonesia tahun ini naik ke posisi empat dunia. Tahun lalu, Indonesia berada pada peringkat sepuluh sistem keuangan syariah terbaik di dunia. Dalam peringkat ini, Malaysia berada di posisi pertama, disusul oleh Bahrain dan Uni Emirat Arab di posisi dua dan tiga.
Menurut Refinitiv, naiknya peringkat Indonesia salah satunya didorong oleh perkembangan aset keuangan syariahnya di mana tahun ini bertambah sekitar 5% menjadi US$ 86 miliar. Berdasarkan laporan IFDI tahun 2019, aset industri keuangan Syariah Indonesia tumbuh sebesar 3% dari US$ 2,4 triliun pada 2017 menjadi US$ 2,5 triliun pada 2018.