Tambah Saham Lewat Rights Issue, AirAsia Minta Suspend Ditangguhkan
PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) membantah akan kembali menjual sahamnya ke publik dalam waktu dekat untuk memenuhi ketentuan minimum saham beredar (free float) sebesar 7,5%. Proses penambahan saham publik dilaksanakan melalui penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue yang dimulai sejak Juli lalu.
Hal tersebut disampaikan manajemen AirAsia Indonesia kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui surat bernomor S-04535/BEI.PP3/08-2019 pada 6 Agustus 2019. "Perseroan juga telah mengirimkan rencana untuk melaksanakan HMETD pada 24 Juli dengan melampirkan timeline proses penambahan modal dengan HMETD," kata Head of Corporate Secretary AirAsia Indonesia, Indah Permatasari Saugi, Kamis (8/8).
(Baca: Belum Penuhi Porsi Saham Publik Minimal, BEI Suspensi AirAsia)
Penambahan modal dengan HMETD membutuhkan tahapan dan waktu tertentu mengingat perusahaan harus melaksanakan legal due diligence dan menyelesaikan laporan keuangan yang sudah diaudit untuk kuartal II 2019. Selain itu, perlu dilakukan penilaian oleh penilai independen (pihak eksternal) dengan tetap memperhatikan peraturan pasar modal.
Dengan adanya rencana penambahan modal melalui HMETD ini, AirAsia berharap penghentian perdagangan saham (suspend) yang dilakukan Bursa terhadap saham CMPP dapat ditangguhkan. Maskapai penerbangan ini sebelumnya mendapat sanksi berupa penghentian perdagangan efek sementara dari BEI pada sesi perdagangan Senin (5/8).
Bursa menilai AirAsia melanggar ketentuan jumlah saham pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama atau saham publik paling sedikit 50 juta saham atau 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor. Saat ini AirAsia Investment Ltd merupakan pemegang saham mayoritas perusahaan, dengan kepemilikan 5,26 miliar saham atau setara dengan 49,25%. Berikutnya, PT Fersindo Nusaperkasa memegang 5,25 miliar saham atau setara 49,16%. Sementara, masyarakat memegang 169,94 juta saham atau hanya setara 1,59%.