Dinilai Tak Ekonomis, Antam Batal Akuisisi Nusa Halmahera Mining
PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menyatakan batal mengakuisisi saham PT Nusa Halmahera Mining (NHM) milik perusahaan tambang emas asal Australia Newcrast Mining Limited. Perseroan menilai tambang tersebut tidak ekonomis.
Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo menjelaskan, cadangan emas NHM yang terletak di Gosowong, Pulau Halmahea, Maluku Utara hanya tersisa 300.000 troy onz. Dengan cadangan sebesar itu, produksi NHM diproyeksi hanya tersisa tiga tahun.
"Dua sampai tiga tahun lagi akan habis, dengan jumlah segitu kalau kami akusisi akan rugi," ujarnya, saat ditemui di Jakarta, Rabu (21/8).
Saat ini Antam sudah memiliki 25% saham NHM. Perseroan pun memiliki hak untuk memperoleh penawaran dahulu atas saham yang dijual alias right of first refusal. Pelepasan saham NHM sebesar 51% merupakan kewajiban divestasi yang harus dilakukan dalam dua tahun ini atau 2020.
(Baca: Sepuluh Saham Paling Cuan Sepekan, Garuda dan Antam Naik Tinggi)
Di sisi lain, Antam juga berusaha meningkatkan produksi emas, nikel dan bauksit. Salah satu caranya dengan mengeksplorasi wilayah tambang emas di Oksibil, Papua. Dana investasi untuk eksplorasi tersebut mencapai US$ 120 miliar.
Selain itu, Antam akan memperpanjang kontrak tambang di Pongkor, Bogor. Kontrak tambang di wilayah tersebut akan habis pada tiga tahun mendatang. "Kami akan terus lakukan eksplorasi di Cibaliung, dan Pongkor. Kami berencana akan memperpajang kontrak di Pongkor," ujarnya.
Antam memproyeksi produksi emas hingga akhir tahun bisa mencapai 32 juta ton. Ini seiring adanya tren kenaikan harga emas. Pada semester I Antam telah memproduksi 15,54 juta ton.
(Baca: Alasan Holding Industri Pertambangan BUMN Ubah Identitas Jadi MIND ID)
Hingga semester I 2019, Antam mencatat penjualan sebesar Rp 14,43 triliun atau naik 22 % dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 11,82 triliun. Komoditas emas masih menjadi penyumbang utama penjualan Antam sebesar 67% senilai Rp 9,61 triliun.
Selain emas, seluruh penjualan produk pertambangan perseroan rata-rata mengalami kenaikan. Penjualan feronikel pada semester I tercatat sebesar Rp 2,31 triliun, atau berkontribusi sebesar 16% terhadap total penjualan. Secara volume, penjualannya mencapai 13.157 TNi, atau naik 5% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 12.579 TNi.
Adapun produksi feronikel sepanjang enam bulan pertama 2019 tercatat 13.017 TNi, naik 2% dibandingkan capaian produksi periode yang sama pada tahun lalu sebesar 12.811 TNi.
Untuk penjualan bijih nikel sepanjang semester I 2019 senilai Rp 1,76 triliun, naik drastis 107% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 849 miliar. Dari segi volume, perusahaan membukukan penjualan sebesar 3,90 juta wet metrik ton (wmt), yang juga naik tajam 103% dibanding periode yang sama tahun lalu.
(Baca: Perpres Kendaraan Listrik Diteken, Harga Saham Vale dan Antam Melonjak)