Harga Jual Minyak Kontraktor ke Pertamina Tak Dipatok
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merampungkan aturan mengenai penjualan minyak mentah bagian kontraktor ke PT Pertamina (Persero). Salah satu poin penting dalam aturan itu yakni mengenai harga.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan harga jual minyak itu memakai skema kelaziman bisnis. Artinya, tidak ada patokan harga. Semua tergantung negosiasi kedua belah pihak antara kontraktor dan Pertamina.
Pertimbangan menentukan skema itu karena jenis minyak setiap lapangan berbeda. "Kalau di peraturan menteri harganya disamakan kayaknya kurang pas. Jadi kesepakatannya berdua saja," kata Djoko di Jakarta, Rabu (5/9).
Awalnya, memang ada opsi menggunakan formula harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) plus 5%. Akan tetapi, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengusulkan agar harga ditentukan dengan skema kelaziman bisnis (businesss to business/b to b).
Kontraktor juga tidak keberatan menjual jatah minyaknya ke Pertamina. Hanya, beberapa kontraktor sudah memiliki komitmen ekspor, sehingga belum bisa menyalurkan minyaknya ke Pertamina.
Selain harga, aturan itu juga akan mempersingkat periode ekspor minyak jatah KKKS. Selama ini, rekomendasi ekspor berlaku maksimal enam bulan. Nantinya rekomendasi ekspor minyak diberikan maksimal satu bulan sekali.
Hal ini juga berlaku bagi Pertamina dalam memperoleh rekomendasi impor minyak mentah dari luar negeri. "Saya tidak kasih lagi tiga atau enam bulan untuk rekomendasi, tapi per bulan saja, "kata Djoko.
Jadi, di aturan anyar itu, KKKS wajib menawarkan jatah minyaknya kepada Pertamina. Kewajiban penawaran ini dilaksanakan paling lambat tiga bulan sebelum dimulai periode rekomendasi ekspor untuk seluruh volume minyak bumi bagian kontraktor.
(Baca: Pembelian Minyak Kontraktor Hemat Biaya Angkut US$ 3-4 Per Barel)
Sejauh ini, ada satu KKKS yang sudah sepakat menjual minyaknya ke Pertamina, yakni Energi Mega Persada. Harga jualnya sesuai dengan kesepakatan bisnis dengan Pertamina dengan volume sebesar 2 juta barel per tahun atau sekitar 5.500 barel per hari (bph).
Tidak hanya EMP, saat ini Pertamina juga tengah menjajaki pembelian minyak dari KKKS lainnya seperti Chevron, ExxonMobil, Medco, dan Saka Energi.Rencananya Pertamina akan menyerap 100 ribu bph minyak jatah Chevron, namun prosesnya masih terkendala urusan pajak.
Sementara itu, untuk jatah minyak ExxonMobil, Djoko menjelaskan ada sekitar 27 ribu bph minyak Exxon yang bisa diserap Pertamina. Ini merupakan 13% jatah minyak Exxon dari produksi minyak Banyu Urip. Sisanya, menjadi bagian pemerintah dan didistribusikan ke kilang domestik saat ini.
Namun, 27 ribu bph jatah Exxon itu belum bisa diserap oleh Pertamina kini saat ini, karena masih menjadi jatah ekspor perusahaan asal Amerika itu. Sehingga Pertamina harus menunggu periode ekspornya berakhir.
Sementara itu Pertamina juga akan menjajaki pembelian jatah minyak jatah Medco. Akan tetapi, proses ini masih terkendala karena Medco menjual jatah minyaknya untuk melunasi utang. Selain itu juga akan menjajaki minyak dari Saka Energi.