Chevron Tawarkan Teknologi Murah Kembangkan Proyek IDD
Chevron tengah mengkaji penggunaan teknologi murah untuk pengembangan proyek ultra laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD) tahap dua di Lapangan Gendalo dan Gehem, Kalimantan Timur. Ini untuk menekan biaya pengembangan proyek baru tersebut.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM Arcandra Tahar mengatakan rencana penggunaan teknologi itu disampaikan petinggi Chevron, saat dia melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat 7 hingga 8 Maret 2018 lalu. Di sana Arcandra membahas rencana itu dengan Chief Technology Officer John McDonald.
Penggunaan teknologi ini dimungkinkan karena Chevron memiliki pusat riset teknologi di Amerika Serikat. "Mereka tawarkan subsea solution yang saat ini dalam fase evaluasi," ujar Arcandra di Jakarta, Selasa (13/3).
Chevron Indonesia sudah memulai kajian pengembangan proyek IDD tahap dua di lapangan Gendalo dan Gehem. Studi ini ditandai dengan penandatanganan kontrak terkait studi kelayakan pekerjaan keteknikan dan desain proyek IDD.
Penandatanganan itu berlangsung Rabu (13/12/2017) di unit produksi terapung West Seno. Penandatangan itu dihadiri Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit Chuck Taylor dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Amien Sunaryadi.
Pada kesempatan itu, Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit Chuck Taylor mengatakan kegiatan studi ini untuk mendalami beberapa alternatif yang bisa menurunkan biaya dan meningkatkan nilai kelayakan proyek. ““Kami menghargai dukungan Pemerintah Indonesia untuk Proyek IDD yang telah dimasukkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional,” kata dia berdasarkan keterangan resminya, Rabu (13/12).
(Baca: Proyek Migas IDD Gendalo-Gehem Ditargetkan Mulai Produksi 2022)
Studi kelayakan pekerjaan keteknikan dan desain proyek IDD akan dikerjakan PT Worley Parsons Indonesia untuk lingkup bawah laut (subsea). Sedangkan PT Tripatra Engineering untuk lingkup fasilitas produksi.
Pekerjaan dalam kontrak-kontrak tersebut diharapkan selesai pada 2018. Adapun, proyek IDD tahap kedua ini diperkirakan memiliki potensi total produksi gas alam sekitar 3 triliun kaki kubik.