Sidang Tumpahan Minyak Montara Mulai Berjalan
Sidang perdana kasus tumpahan minyak Montara sudah mulai berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang tersebut berlangsung pada Rabu (23/8) lalu.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan sidang memang sudah dimulai sejak kemarin. Namun ada satu tergugat yang tidak hadir, yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTT EP AA).
(Baca: Luhut Klaim PTT Pernah Akui Kesalahan Tumpahan Minyak Montara)
Meski satu tergugat tidak hadir, sidang tetap berjalan. Sedangkan sidang berikutnya akan dilaksanakan sekitar tiga bulan lagi. "Tergugat satu tidak datang, sidang dilanjutkan November 2017," kata Havas kepada Katadata, Kamis (24/8).
General Affair Manager PTT EP di Indonesia Afiat Djajanegara mengatakan memang PTT EP AA tidak hadir dalam persidangan tersebut. Informasi tersebut diperoleh dari penasihat hukumnya.
Namun, ketidakhadiran itu bukan tanpa alasan. “Tidak hadir karena surat panggilan dari pengadilan tidak sampai ke PTTEP AA di Perth Australia," kata Afiat.
Afiat berharap kasus montara dapat segera selesai untuk kebaikan semua pihak baik pemerintah Indonesia maupun PTTEP. Sehingga akan berdampak terhadap iklim investasi yang lebih kondusif.
(Baca: Bantah Luhut, PTT EP Tak Bayar Kompensasi Montara ke Australia)
Perusahannya juga akan selalu mematuhi aturan persidangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Agar prosesnya berjalan dengan lancar dan cepat," kata Afiat.
Adapun tergugat dalam sidang kasus tumpahan minyak Montara terdiri dari tiga pihak. Yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTT EP AA) yang berkedudukan di Australia, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) yang berkedudukan di Thailand.
Dalam gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pemerintah Indonesia mengajukan tuntutan sebesar Rp 27,4 triliun yang terdiri dari dua komponen. Pertama, komponen ganti rugi kerusakan lingkungan sebesar Rp 23 triliun dan biaya untuk pemulihan kerusakan lingkungan sebesar Rp 4,4 triliun. Selain itu, pemerintah juga meminta penyitaan aset ketiga perusahaan tersebut sebagai bentuk jaminan.
(Baca: Kasus Minyak Montara, Pemerintah Tuntut Ganti Rugi Rp 27 Triliun)
Terdapat tiga sektor yang terdampak kerusakan lingkungan yang terjadi. Ketiganya adalah kerusakan hutan mangrove seluas 1.200 hektare, kerusakan padang lamun seluas 1.400 hektare, dan kerusakan terumbu karang seluas 700 hektare.