Investor Australia Berminat Investasi Geothermal Rp 6,8 Triliun
KATADATA ? Investor asal Australia menyatakan minatnya untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Indonesia. Nilai investasi untuk pembangkit ini mencapai US$ 500 juta atau setara Rp 6,8 triliun.
Minat tersebut dinyatakan dalam pertemuan one-on-one meeting Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani dengan investor tersebut di Australia, kemarin (20/8). Franky mengatakan investor ini cukup serius untuk berinvestasi di sektor geothermal. Mereka sudah melakukan penjajakan dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), termasuk melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah.
?Kami berharap investor ini dapat segera mengajukan Izin Prinsip ke BKPM untuk mulai melaksanakan investasinya,?ujar Franky, dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata, Jumat (21/8).
Dia menyebut investor ini menyatakan perhatiannya pada masalah perizinan dan pembebasan lahan di Indonesia. Namun, Franky menjelaskan bahwa pemerintah telah mereformasi perizinan di sektor kelistrikan.
Seluruh prosesnya sudah bisa ditangani lewat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM. Perizinannya pun sudah disederhanakan dari 49 izin yang memakan waktu hingga 923 hari, menjadi 25 izin yang bisa selesai dalam 256 hari. BKPM juga akan memfasilitasi investor tersebut untuk pengurusan perizinan dengan pemerintah daerah.
Franky optimis masuknya investasi sektor geothermal ini dapat mendukung upaya pemerintah membangun program listrik 35 gigawatt (GW) dan mengembangkan energi terbarukan. Investor juga menyatakan minatnya untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro dan tenaga surya. ?Untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya, kami merekomendasikan mereka menanamkan modal di wilayah Nusa Tenggara,?ujarnya.
Selain dengan investor tersebut, Franky juga sempat bertemu investor dari sektor lain di Negeri Kangguru. Hasilnya ada beberapa investor yang juga menyatakan minat berinvestasi di industri peralatan hotel dan restoran serta industri petrokimia. Nilai investasinya masing-masing US$ 1,98 juta (Rp 27 miliar) dan US$ 25 juta (Rp 342 miliar).
Franky juga menjelaskan kedua minat investasi ini juga cukup serius, karena mereka sudah memiliki mitra lokal di Indonesia. ?Untuk industri peralatan hotel dan restoran ini, mereka akanmemindahkan basis produksinya dari Australia ke Indonesia. Selama ini mereka melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di Indonesia. Sekarang mereka akan memproduksi di Indonesia, sehingga otomatis dapat mengurangi impor kita,? jelas Franky.