Penambang Emas Kecil Didorong Gunakan Metode Pengolahan Tanpa Merkuri
Pemerintah terus berupaya menekan penggunaan bahan baku merkuri secara masif dalam kegiatan penambangan emas rakyat. Salah satu caranya, dengan mendorong penambang emas rakyat menggunakan sianida sebagai pengganti merkuri.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien menjelaskan, teknologi pengolahan emas dengan bahan baku sianida lebih baik dibandingkan menggunakan merkuri. Demikian juga dalam proses ekstraksinya.
"Merkuri hanya 40% sementara jika menggunakan sianida dapat mencapai 90%, tetapi memang pengendalian pencemarannya harus diperhatikan. Itu sangat dibutuhkan untuk mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan," ujar Rosa dalam Katadata Forum Virtual Series "Pengolahan Emas Rakyat Yang Bertanggung Jawab", Selasa (16/6).
Meski demikian, tak mudah bagi pemerintah mengimplementasikan imbauan ini. Sebab, kebijakan penggunaan sianida dalam pengolahan emas pasti menuai pro dan kontra.
"Kami ingin sampaikan memberikan solusi yang tepat dalam penambangan emas skala kecil, sehingga bisa dipahami bersama bagaimana best practice agar tidak merusak dan mencemari lingkungan dan tata kelola pengolahan emas," ujarnya.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Rizal Kasli menyebut, penggunaan sianida dalam pengolahan emas memang cukup bagus. Namun, kendalanya para penambang juga memerlukan investasi dalam pembelian teknologi pengolahan yang tidak cukup sedikit.
(Baca: RI Masuk Tiga Besar Penghasil Merkuri Dunia, KLHK Awasi Penambang Emas)
Penambang emas membutuhkan peralatan yang lebih kompleks untuk mengontrol limbahnya, karena limbah pengolahan emas tidak bisa langsung dilepas ke lingkungan. Keberadaan alat pengolahan limbah ini, ia katakan, membutuhkan modal yang tidak sedikit.
Selain itu, jika penggunaan bahan baku sianida dapat terimplementasi, pemerintah diharapkan melakukan pengawasan ketat. Pasalnya, sisa limbah dari pengolahan emas menggunakan sianida sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan tepat.
"Maka itu, perlu adanya sosialisasi lebih intens antara pembuat kebijakan dengan penambang rakyat skala kecil," kata Rizal.
Kepala BPPT Hammam Riza menambahkan, pihaknya juga telah merancang teknologi pengolahan emas non-merkuri untuk penambang emas skala kecil, dengan bahan baku sianida. Hal ini sebagai upaya pemerintah dalam mengurangi penggunaan merkuri.
(Baca: Korelasi Tambang Emas Ilegal dengan Banjir dan Longsor di Bogor)
Teknologi ini tengah diimplementasikan oleh Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral, dalam proyek percontohan yang dibangun di lokasi tambang emas rakyat Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Kami berharap bahwa pilot project itu menjadi model penambangan emas skala kecil serta dapat meningkatkan keekonomian masyarakat di sekitarnya," kata Hammam.
Bila dipilah, ada dua rekomendasi BPPT dalam metode pengolahan emas berdasarkan karakteristik bijih. Misalnya, untuk bijih emas sekunder direkomendasikan metode gravitasi yang tidak menggunakan bahan kimia. Sementara metode sianidasi yang terkelola ditujukan untuk bijih emas primer oksida.
Catatan: Artikel ini telah mengalami sedikit perubahan pada judul untuk lebih menguatkan dengan konteks informasi dalam tubuh berita.