Risiko Stok Berlebih, Harga Minyak Turun 1,1% Jadi US$ 42,34
Harga minyak berjangka anjlok pada penutupan perdagangan Jumat (21/8) atau Sabtu (22/8) pagi waktu Indonesia. Penyebab utamanya adalah kekhawatiran peningkatan pasokan minyak mentah dan akibat lockdown atau karantina wilayah ulang untuk memutus penyebaran virus corona di sejumlah wilayah.
Melansir Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober anjlok 1,2% menjadi US$ 44,35 per barel. Untuk minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 1,1% menjadi US$ 42,34 per barel.
Hal ini terpengaruh pemulihan ekonomi Zona Euro yang sempat terjadi setelah pelonggaran karantina wilayah pada Juli, kini menyusut kembai menurut sebuah survei dilansir Reuters. Membuat konsumsi masyarakat kembali anjlok.
Selain itu, terpengaruh juga impor minyak mentah India yang turun pada Juli ke level terendah sejak Maret 2010. Begitupun pengendara di AS turun 13% pada Juni dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, menurut Departemen Perhubungan AS.
Di sisi lain, kekhawatiran peningkatan pasokan minyak juga memengaruhi penurunan ini. Hal ini terjadi setelah perusahaan minyak nasional Libya mengatakan dapat mengekspor minyak lagi setelah pemerintahannya yang diakui internasional memutuskan gencatan senjata.
John Kilduff, mitra di Again Capital LLC New York, menggambarkan kondisi ini sebagai “pasar yang tidak mampu menyerap barel tambahan.” “Meskipun saya senang mereka mencapai kesepakatan damai, itu bermasalah untuk situasi pasokan global dan itu adalah bagian besar dari aksi jual hari ini,” katanya melansir Reuters, Sabtu (22/8).
Sebelumnya, organiasi negara pengekspor minyak dunia (OPEC) dan sekutunya atau OPEC+ telah berusaha menekan produksi minyak di tengah menurunnya permintaan akibat pandemi Covid-19. Anggota yang memproduksi minyak berlebihan pun dianggap bertentangan dengan keputusan ini.
Sebuah laporan internal menunjukkan OPEC+ menginginkan kelebihan pasokan antara Mei dan Juli dikompensiasi dengan pemangkasan produksi bulan ini dan berikutnya. Laporan ini juga menunjukkan permintaan minyak pada 2020 turun 9,1 juta barel per hari, dan sebanyak 11,2 juta barel per hari jika terjadi gelombang kedua virus corona.