Krisis Energi Landa Dunia, Luhut Minta Ketahanan Energi RI Diperkuat
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan agar ketahanan energi Indonesia dapat ditingkatkan. Ini seiring dengan terjadinya krisis energi yang saat ini melanda berbagai negara di dunia.
Menurut Luhut kondisi saat ini sangat berbeda dengan kondisi tahun lalu dimana pasokan energi berlebih dan harga turun cukup dalam. "Ini membuktikan energi yang tidak menentu di masa yang akan datang, sehingga kita sebagai negara berdaulat perlu meningkatkan ketahanan energi," ujarnya dalam Forum Kapasitas Nasional 2021, Kamis (21/10).
Oleh sebab itu, target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 harus terealisasi, sebab kebutuhan energi di masa mendatang semakin besar.
Selain itu, Luhut juga berpesan agar rasa nasionalisme dalam kegiatan industri hulu migas dikuatkan. Sehingga implementasi dari Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) bukan hanya tertulis, tetapi juga dapat dilakukan bersama.
"Jadi kalau ingin maju, kita harus sadar penggunaan produk dalam negeri ini akan melahirkan inovasi-inovasi dan akan membuka kesempatan bagi insinyur-insinyur dan ahli-ahli muda kita untuk berinovasi, jadi jangan hanya impor saja," katanya.
Dewan Energi Nasional alias DEN tengah menganalisa ketahanan energi Indonesia secara menyeluruh. Hal ini dilakukan agar RI tidak terperosok dalam krisis energi seperti yang terjadi di Inggris, Eropa, dan Cina saat ini.
Anggota DEN Satya Widya Yudha sebelumnya mengatakan analisa ini sangat penting untuk memetakan keberagaman sumber energi yang ada di masing-masing daerah, apalagi setiap provinsi maupun pulau mempunyai tingkatan ketahanan energi yang berbeda.
Agar penilaian ketahanan energi dapat dilihat secara menyeluruh dan tidak jomplang. "Bisa saja di satu pulau kekurangan energi tapi pulau lain kelebihan. Kalau kita menilai Indonesia keseluruhan bisa tahan. Kalau tiap provinsi bisa beda hasilnya. Kita lagi mencoba melakukan itu, belum ada hasilnya," ujarnya.
Satya menyebut DEN sendiri sebenarnya telah melakukan analisa mengenai ketahanan energi di Indonesia. Namun hal itu bersifat mundur lantaran analisa yang dikeluarkan pada 2020 merupakan nilai ketahanan energi pada 2019 yakni dengan skor 6,57.
Skala nilai 6 hingga 7,99 termasuk dalam kondisi tahan. Di atas angka tersebut sangat tahan. Untuk itu, agar nilai ketahanan energi Indonesia lebih komprehensif saat ini DEN mulai menganalisanya kembali. Ini dilakukan agar angka ketahanan energi RI betul-betul mencerminkan keadaan yang sebenarnya, terutama di daerah.
Penilaiannya berdasarkan empat aspek utama. Pertama, masalah ketersediaan, yakni cadangan bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji (LPG), impor minyak mentah, alokasi gas dan batu bara domestik, beserta ketersediaan penyangga energinya.
Kedua, aksesibilitas, yakni penyediaan BBM, elpiji, listrik, dan gas bumi serta distribusi gas bumi. Ketiga, keterjangkauan, yakni produktivitas energi, harga BBM, elpiji, listrik, dan gas bumi. Keempat, acceptability, yakni efisiensi energi, penurunan gas rumah kaca, dan energi baru terbarukan (EBT).