Pakar Nilai Pemindahan Depo Pertamina Berpotensi Ganggu Distribusi BBM
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa pemerintah akan merelokasi depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, ke lahan milik PT Pelindo.
Relokasi tersebut itu diproyeksikan membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun. Pemindahan depo Pertamina Plumpang dilakukan untuk menghindari kebakaran yang telah terjadi dua kali pada 2009 dan 2023.
Namun langkah pemerintah untuk memindahkan lokasi Depo Plumpang dinilai tidak efektif untuk menekan potensi kecelakaan. Alasannya, durasi waktu pemindahan selama dua tahun itu tidak bisa memberikan jaminan untuk mencegah kebaran yang berulang.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arrangga, beranggapan pemindahan Depo Plumpang dinillai sebagai kebijakan yang cenderung populis namun tidak strategis. Pemindahan sulit dilaksanakan mengingat peran depo yang berkontribusi pada 20% penyaluran BBM nasional dan 25% kebutuhan BBM untuk SPBU Pertamina.
Rata-rata distribusi BBM harian mencapai 16.504 kiloliter per hari untuk wilayah Jabodetabek. “Depo itu tidak berdiri sendiri, memindahkan Depo Plumpang berarti ikut memindahkan fasilitas penunjang seperti infrastruktur pemipaan,” kata Daymas saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (7/3).
Depo Plumpang memiliki jaringan pipa yang tersambung pada infrastruktur Kilang Balongan yang berlokasi di Indramayu, Jawa Barat. Selain itu, Depo Plumpang juga menjadi terminal bagi BBM yang dikirim dari Kilang Cilacap, Jawa Tengah melalui jalur laut.
Lebih lanjut, kata Daymas, Depo Plumpang merupakan aset vital nasional. Menggeser Depo BBM dapat menimbulkan konsekuensi negatif pada distribusi BBM. Pencegahan bencana kebakaran bisa dihindari dengan merelokasi warga yang bermukim di sekitar area Depo ke lokasi yang lebih aman dan stategis.
“Merelokasi masyarakat ke tempat yang lebih aman dan sesuai tata ruang wilayah lebih mudah dan murah ketimbang memindahkan depo,” ujar Daymas.
Pemindahan objek vital, khususnya bagi lokasi yang sudah berdiri lama sebelum munculnya pemukiman bakal menjadi preseden buruk bagi contoh penerapan tata ruang wilayah. Jika hal tersebut diterapkan, peristiwa serupa berpotensi besar terjadi pada objek vital lainnya.
“Apakah memang harus objek vital nasional yang harus dipindahkan karena untuk memitigasi bencana tersebut,” kata Daymas.
Depo BBM Plumpang dibangun pada 1972 dan diresmikan beroperasi pada 1974. Saat itu, kondisi sekitar masih berupa rawa-rawa. Seiring waktu, masyarakat mulai membangun tempat tinggal hingga menjadi pemukiman padat penduduk seperti saat ini.
“Jika ada pemindahan aset maka yang menanggung adalah pemilik, dalam kasus ini maka Pertamina,” kata Daymas.
Menanggapi adanya rencana pemindahan Depo BBM Plumpang, PT Pertamina mengaku masih menyusun dan belum merumuskan proyeksi soal stategi pemanfaatan aset lahan depo setelah direlokasi.
Pertamina juga belum menghitung berapa besaran dana yang dibutuhkan untuk merealisasikan proyek pemindahan terminal BBM tersebut.
“Saat ini kami akan menyusun rencana tersebut dan tentu semua itu memerlukan kajian dan waktu. Semua harus dikaji satu persatu,” kata Juru Bicara PT Pertamina, Fadjar Djoko Santoso kepada Katadata.co.id dihubungi terpisah.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan akan merelokasi depo BBM Plumpang ke lahan milik PT Pelindo. Rencana tersebut disampaikan Erick usai terjadinya kebakaran di depo BBM Plumpang yang menelan 19 korban jiwa dan hampir 50 orang mengalami luka-luka. Peristiwa kebakaran ini kembali terjadi setelah 2009 silam.
"Kami akan koordinasi dengan Pelindo lahannya akan siap dibangun akhir 2024. Pembangunan memerlukan waktu 2 sampai 2 setengah tahun. Masih ada waktu tiga tahun setengah," kata Erick kepada wartawan, Senin (6/3).