Singapura Diminta Garap Industri PLTS sebagai Syarat Terima Listrik RI
Pemerintah meminta Singapura untuk membangun industri pengembangan sistem pembangkit listrik di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan prasyarat yang harus dipenuhi bila Singapura ingin memperoleh listrik bersih dari Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan kesepakatan kerja sama perdagangan listrik lintas batas antara Indonesia dengan Singapura mencakup dua aspek yakni pengembangan industri hulu dan ekspor listrik. “Itu sudah satu paket. Singapura harus jalan dulu industrinya,” kata Dadan di Hotel Mandarin Oriental Jakarta pada Kamis (11/5).
Sikap pemerintah yang mendesak Singapura untuk membangun infrastruktur transmisi di dalam negeri bertujuan untuk menaikan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) domestik. Khususnya pada penyerapan TKDN untuk pembangunan pabrik pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). "Industrinya harus di Indonesia, di kita,” ujar Dadan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut negara tetangga Indonesia, Singapura, brengsek. Luhut marah karena seluruh proyek untuk membangun transmisi mengirim listrik ke Singapura tidak diberikan ke Indonesia.
“Kita tidak mau (kecuali) kalau proyeknya di kita. Jangan kau (Singapura) yang atur. Kan brengsek ini Singapura, dipikir kami bodoh,” kata Luhut dalam acara Hilirisasi dan Transisi Energi Menuju Indonesia Emas, dikutip Kamis (11/5).
Presiden Joko Widodo berkunjung ke Singapura dan bertemu dengan Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada Maret lalu. Pertemuan tersebut menyetujui sejumlah nota kesepahaman kerja sama, satu di antaranya terkait energi terbarukan.
PM Lee mengatakan kerja sama ini akan mendukung pengaturan komersial pada pengembangan kemampuan energi terbarukan pada infrastruktur transmisi dan perdagangan listrik lintas batas. “Itu akan memperkuat infrastruktur energi dan transisi energi dan keamanan energi untuk Singapura dan indonesia dan juga mendukung inisiatif regional seperti ASEAN Power Grid. itu adalah hasil win-win,” kata Lee Kamis (16/3).
Sebelumnya konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan EBT asal Singapura, Sunseap Group, telah menandatangani nota kesepahaman untuk mengembangkan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kepulauan Riau. Nota kesepahaman ini ditandatangani oleh beberapa perusahaan di antaranya Sumitomo Corp., Samsung C&T Corp., Oriens Asset Management, ESS Inc., Durapower Group, PT Mustika Combol Indah, dan PT Agung Sedayu.
Sunseap menjelaskan bahwa PLTS yang akan dibangun berkapasitas total 7 gigawatt-peak (GWp), termasuk di dalamnya PLTS terapung sebesar 2,2 GWp yang akan dibangun di pulau Batam. Listrik yang dihasilkan nantinya akan diekspor untuk memenuhi kebutuhan energi Singapura menggunakan kabel listrik bawah laut.
Namun langkah tersebut ditentang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Bahlil menegaskan, jika Indonesia berhasil mengembangkan potensi EBT, produknya tidak akan diekspor tapi digunakan untuk memacu industri dalam negeri.
“Karena kalau listriknya kita jual ke negara lain, maka industri akan lari ke sana,” kata Bahlil dalam Investment Forum ‘Mendorong Percepatan Investasi Berkelanjutan dan Inklusif’, Rabu (18/5/2022).