ESDM Soroti Kelangkaan Ban Alat Berat Ancam Produksi Batu Bara
Kementerian ESDM tengah menyoroti kondisi kelangkaan ban untuk alat berat di wilayah pertambangan batu bara. Suplai ban alat berat di dalam negeri saat ini diproyeksikan hanya mampu memenuhi permintaan pasar maksimal dua bulan ke depan sehingga memicu kekhawatiran kelancaran ekspor serta pasokan batu bara ke PLN.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, mengatakan bahwa kondisi kelangkaan ban untuk alat berat yang berkepanjangan dapat menghambat laju produksi batu bara domestik
"Ketersediaan ban alat berat di dalam negeri hanya mampu memenuhi kebutuhan hingga 1-2 bulan ke depan. Jika tidak ada ban, maka produksi tidak bisa jalan," kata Irwandy di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (21/7).
Guna mengatasi dampak negatif yang akan terjadi, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara gencar berkomunikasi dengan asosiasi penambang batu bara dan pihak industri atau produsen ban alat berat.
Koordinasi tersebut bertujuan untuk mempercepat penyediaan ban alat berat yang memenuhi persyaratan operasional pertambangan batu bara. "Kami juga koordinasi antar kementerian untuk industri memenuhi persyaratan itu. Diharapkan ada solusi segera," ujar Irwandy.
Minimnya pasokan ban alat berat pada sektor industri pertambangan batu bara telah mencuat sejak bulan lalu. Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia, dan Perkumpulan Tenaga Ahli Alat Berat Indonesia mengkhawatirkan timbulnya potensi gangguan produksi batu bara akibat kelangkaan ban off road yang digunakan oleh alat berat.
Direktur Eksekutif Aspindo, Bambang Tjahyono, mengatakan sebagian besar perusahaan tambang menghadapi kendala serius berupa keterbatasan pasokan ban off road untuk alat berat yang digunakan dalam kegiatan pertambangan.
"Jika kondisi ini berkepanjangan dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran ekspor serta pasokan batu bara ke PLN," kata Bambang melalui siaran pers Jumat (16/6).
Bambang menjelaskan, operasional alat berat dalam kegiatan pertambangan umumnya menggunakan jenis ban radial, bukan bas bias. Namun, sejauh ini belum ada pabrik di Indonesia yang memproduksi ban off the road radial.
"Jika kami terpaksa menggunakan ban jenis biasa, umur pakai ban tersebut sangat pendek sehingga mengakibatkan biaya produksi menjadi sangat tinggi," ujar Bambang.
Pelaku usaha berharap Pemerintah Indonesia dapat mengupayakan produksi ban alat berat jenis radial di dalam negeri. Selain menjamin pasokan dan meminimalkan dampak ekonomi yang timbul dalam hal terjadi keterbatasan pasokan ban, produksi domestik dapat mendukung program peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).