Pertamina Bangun Terminal Energi Baru, Tampung BBM sampai Petrokimia
PT Pertamina (Persero) akan membangun terminal energi ramah lingkungan Jakarta Integrated Green Terminal di Kalibaru, Jakarta Utara.
Perusahaan pelat merah ini mengklaim terminal baru akan lebih besar dan modern dari Integrated Terminal Bahan Bakar Minyak atau TBBM Plumpang.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina A Salyadi Saputra mengatakan Jakarta Integrated Green Terminal tidak hanya akan menampung bahan bakar, seperti elpiji, BBM, gasoline, dan biodiesel, tetapi juga dapat menampung LNG, CPO, UCO, dan petrokimia.
Selain itu, terminal juga bisa menampung hidrogen yang diperkirakan mengalami pertumbuhan permintaan pada 2030. Menurut dia, terminal ini akan mendukung ketahanan energi nasional.
"Jakarta Integrated Green Terminal dirancang untuk menjadi terminal energi dengan standar operasional terbaik di kelasnya dengan penerapan teknologi terbaru dan skala fleksibilitas terbaik untuk memenuhi kebutuhan energi di area Jabodetabek," ucap Salyadi dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (9/8).
Menurut Salyadi, Pertamina memberi mandat kepada PT Pertamina International Shipping (PIS) untuk mengerjakan dan mengembangkan Jakarta Integrated Green Terminal tersebut. PIS dikenal sebagai Subholding Integrated Marine Logistics yang selama ini fokus mengelola terminal energi strategis.
Direktur Utama PIS Yoki Firnandi menjelaskan persiapan pembangunan Jakarta Integrated Green Terminal telah berjalan. Studi awal pengembangan konsep terminal baru ini bahkan sudah rampung dilakukan.
Jakarta Integrated Green Terminal rencananya akan dibangun di kawasan yang dikembangkan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) di area Kalibaru, Jakarta Utara.
Lokasi yang berada di daerah tepi laut ini memiliki area seluas 64 hektare dan diproyeksikan memiliki kapasitas penampungan hingga 6 juta barel.
Tahap berikutnya, PIS berkoordinasi dengan Pelindo akan mulai menyusun feasibility study atau studi kelayakan untuk pembangunan Jakarta Integrated Green Terminal. Pembangunan terminal direncanakan berdasarkan perhitungan kebutuhan energi nasional yang akan terus meningkat dan semakin bervariasi selama beberapa tahun mendatang.
Lokasi itu dinilai cukup strategis dan bisa menjadi pintu gerbang ekosistem perdagangan energi atau energy trading melalui koridor Singapura-Indonesia yang memiliki porsi 30% - 35% alur perdagangan global untuk minyak dan LNG.
Menurut Yoki, terminal ini sekaligus pelopor yang memasukkan faktor ESG dan konsep karbon netral dalam pembangunan, mulai dari tahap konstruksi hingga operasional.
"Dari sisi teknologi, terminal ini juga menerapkan sistem digital yang akan membuat pengelolaannya lebih modern dan efisien. Kami akan pasang teknologi terbaik agar terminal ini dioperasikan dengan standar terbaik, efisien, aman, andal, juga tentunya emisinya lebih rendah," kata Yoki.