SKK Migas: Sektor Hulu Butuh Rp 2.860 T Capai Target Produksi 2030
SKK Migas menyatakan sektor hulu migas membutuhkan investasi senilai US$186,7 miliar atau sekira Rp 2,86 kuadriliun untuk mencapai target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas bumi sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan sektor hulu migas berupaya meningkatkan produksi migas guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Pada 2050, volume konsumsi minyak diperkirakan naik 139%, sementara volume konsumsi gas diprediksi naik 298%.
Dwi melanjutkan, dukungan investasi diperlukan agar kegiatan eksplorasi dan pengembangan lapangan migas bisa dilakukan secara masif. Iklim investasi di sektor hulu migas terus diperbaiki melalui pemberian insentif dan perubahan kebijakan fiskal.
“Daya tarik investasi di sektor hulu migas di Indonesia sebenarnya sudah membaik, tapi masih ada hal-hal yang harus terus diperbaiki,” kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, dikutip dari siaran pers pada Rabu (6/9).
Berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi hulu migas menunjukkan dampak positif. Capaian investasi di hulu migas terus meningkat hingga mencapai US$12,3 miliar pada 2022, naik 13% dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut tercatat 5% lebih tinggi dibanding pertumbuhan investasi global.
Tahun ini, investasi hulu migas ditargetkan mencapai US$15,5 miliar atau naik 26% dibanding tahun lalu. Target tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan investasi global di level 6,5%.
Lebih lanjut, SKK Migas terus berupaya meningkatkan produksi migas nasional, khususnya gas bumi. Gas bumi memainkan peranan penting sebagai sumber energi primer selama masa transisi menuju penggunaan energi bersih melalui pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada 2030. Gas bumi juga dibutuhkan sebagai bahan baku untuk industri, seperti industri baja, keramik, pupuk, petrokimia dan industri lainnya.
Di sisi lain, upaya pencapaian target produksi gas sebesar 12 BSCFD juga membutuhkan dukungan infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia. Ketersediaan infrastruktur yang mampu menjangkau seluruh wilayah memungkinkan gas alam yang diproduksikan oleh lapangan-lapangan migas di Indonesia bisa terserap secara optimal untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Terlebih, beberapa proyek strategis nasional dijadwalkan sudah mulai berproduksi sebelum 2030, yakni Tangguh Train 3, Indonesia Deepwater Development (IDD), dan Abadi Masela. Dari ketiga proyek tersebut, total investasi mencapai US$38,58 miliar dengan penambahan produksi minyak sebesar 65.000 barel per hari dan gas sebesar 3.644 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
“Saat ini, alokasi gas untuk domestik sudah mencapai 65% dari total produksi gas, sesuai dengan kebutuhan pengguna gas domestik. Seiring dengan peningkatan produksi gas di masa yang akan datang, tentu diharapkan ada pertumbuhan kapasitas industri pengguna gas sehingga gas dapat dimanfaatkan untuk dalam negeri mendukung pembangunan”, imbuh Dwi.
Pada 2024, investasi untuk pengembangan lapangan gas ditargetkan sebesar US$8 miliar atau 50 persen dari target total investasi di sektor hulu migas yang mencapai US$16 miliar.
Pada tahun-tahun berikutnya, nilai investasi gas ditargetkan terus mengalami kenaikan hingga mencapai US$12 miliar pada 2030.
Saat ini, penemuan cadangan migas baru serta persetujuan plan of development (POD) di dominasi oleh gas, sehingga pengembangan proyek baru kedepan akan lebih mengarah ke gas.
Di tengah tren kenaikan investasi hulu migas, Dwi mengungkapkan masih ada tantangan yang muncul, salah satunya adanya tuntutan untuk mengintegrasikan kegiatan usaha hulu migas dengan penerapan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS). “Masing-masing perusahaan migas juga mendapat target untuk mencapai Net Zero Emission,” kata Dwi.