Goldman Sachs Prediksi Harga Minyak US$ 92 per Barel pada 2024
Goldman Sachs menurunkan proyeksi rata-rata harga minyak untuk 2024 menjadi US$ 92 per barel dari sebelumnya US$ 98 per barel. Bank investasi berbasis di Amerika Serikat (AS) ini memperkirakan kuatnya permintaan sebagai faktor pendorong harga.
Sedangkan proyeksi harga yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya dipengaruhi oleh kemungkinan musim dingin tahun ini yang lebih hangat dan peningkatan pasokan dari beberapa produsen yang lebih tinggi dari perkiraan seperti Brasil, Venezuela, dan Nigeria.
Analis Goldman Sachs dalam laporannya mengatakan bahwa revisi ke bawah proyeksi harga minyak Brent tersebut juga karena peningkatan persediaan minyak mentah negara-negara OECD.
Sementara dari sisi permintaan, Goldman Sachs memperkirakan permintaan minyak tahun ini mencapai 2,5 juta barel per hari (bph), yang kemudian turun menjadi 1,6 juta bph pada 2024. Proyeksi turunnya permintaan ini juga menjadi faktor penekan harga.
“Elastisitas permintaan yang berkelanjutan ini akan berkontribusi pada pemulihan harga minyak, namun kami memperkirakan puncak harga minyak akan lebih rendah,” kata para analis dalam laporan tersebut seperti dikutip dari Bloomberg pada Selasa (14/11).
Sebelumnya harga minyak turun ke level terendahnya dalam 3 bulan terakhir pada Rabu (8/11) dengan Brent berakhir di level US$ 79,54 per barel dan WTI di level US$ 75,33 per barel. Turunnya harga seiring prospek permintaan yang melemah di Amerika Serikat dan Cina.
Analis ING Bank Warren Patterson dan Ewa Manthey mengatakan bahwa pasar tak lagi mengkhawatirkan potensi gangguan pasokan minyak imbas konflik di Timur Tengah. “Sebaliknya fokus pada keseimbangan pasokan minyak,” ujar mereka.
Juga membebani harga yakni persediaan minyak mentah AS yang meningkat signifikan hingga 12 juta barel pada pekan lalu menurut data American Petroleum Institute (API). Ini menjadi penambahan persediaan minyak mentah terbesar sejak Februari.
Sementara itu Energy Information Administration (EIA) Amerika mengatakan bahwa produksi minyak mentah AS tahun ini akan naik lebih rendah dari yang diharapkan, namun konsumsi diperkirakan turun 300 ribu barel per hari (bph).
Sedangkan data dari Cina, negara pengimpor minyak terbesar dunia, menunjukkan bahwa total ekspor barang dan jasa terkontraksi lebih cepat dari perkiraan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran melemahnya permintaan energi.