Krisis Laut Merah Dapat Picu Berkurangnya Armada Tanker Global
Krisis di Laut Merah dapat memicu berkurangnya armada tanker global. Serangan pasukan Houthi di kawasan tersebut membuat banyak perusahaan pelayaran mengalihkan lalu lintasnya sehingga menambah waktu dan biaya.
“Salah satu hal yang saya pikir mengkhawatirkan apabila serangan ini terus berlanjut selama enam bulan ke depan. Kami mungkin tidak akan memiliki armada tanker yang tersedia untuk terus berlayar," kata CEO Kuwait Petroleum Corporation (KPC) Shaikh Nawaf Saud Al-Sabah dikutip dari CNBC pada Kamis (21/3).
Sebagai informasi, pasukan Houthi menyerang pelayaran komersial di Laut Merah sejak November lalu. Aksi ini sebagai bentuk dukungan kepada Palestina yang berkonflik dengan Israel.
"Kami bersyukur masih dapat memasok para pelanggan dalam jumlah yang dibutuhkan dengan tepat waktu dan tanpa masalah. Namun, saya tidak tahu berapa banyak produsen lain yang memiliki visi strategis seperti itu,” ujarnya.
Al-Sabah tidak melihat adanya risiko ketegangan dan konflik di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan minyak mentah. Teluk Persia telah menghadapi banyak perang. Satu-satunya momentum Kuwait tidak dapat melakukan pengiriman adalah saat invasi diktator Irak, Saddam Hussein, ke negara itu pada 1990.
"Saya tidak melihat adanya kekhawatiran terhadap pasokan. Saya yakin bahwa industri dan sistem ini dilengkapi dengan baik untuk menangani potensi krisis pasokan yang mungkin terjadi,” ucapnya.
Permintaan Minyak Cina, Produksi Amerika Serikat
Harga minyak mentah berjangka menunjukkan peningkatan tahun ini, meski pasar masih tetap khawatir akan ketidakpastian keadaan akibat kondisi ekonomi Cina dan produksi minyak mentah AS.
Al-Sabah mengatakan bahwa ia tidak khawatir dengan permintaan minyak mentah Tiongkok. Saat berkunjung ke Cina, para mitranya menyatakan siap menerima pasokan minyak tambahan. “Permintaan minyak terus meningkat di Cina dan permintaannya sangat kuat,” kata dia.
Sebagai informasi, ketika harga minyak mentah jatuh tahun lalu, organisasi negara pengekspor minyak dunia (OPEC) dan para sekutunya sepakat untuk memangkas produksi sebesar 2,2 juta barel per hari untuk mendukung pasar. Pemangkasan ini akan tetap berlaku setidaknya sampai kuartal kedua tahun ini.
Sama seperti kondisi Cina, Al-Sabah juga tidak melihat produksi AS sebagai sebuah tantangan bagi pangsa pasar KPC karena OPEC menahan minyak di pasar. KPC berencana meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 4 juta barel per hari pada 2035 dari 3 juta barel per hari saat ini.
"Semester kedua [tahun ini], saya melihat lebih banyak peluang untuk kenaikan dalam hal permintaan dibandingkan dengan penurunan. Kami akan terus memasok ke pasar untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas,” ujar Al-Sabah.