Harga Minyak Naik Lebih 1%, Pasar Fokus ke Timur Tengah dan Data Ekonomi AS
Harga minyak bergerak stabil pada perdagangan akhir pekan di Asia, Jumat (9/8) usai naik lebih dari 1% pada hari sebelumnya.
Data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) meredakan kekhawatiran resesi di negara pengonsumsi minyak terbesar dunia itu yang dapat memukul permintaan. Meski begitu kekhawatiran eskalasi konflik Timur Tengah masih ada.
Minyak mentah Brent tercatat naik 1,1% pada Kamis (8/8) ke level US$ 79 per barel. Sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) berakhir di kisaran US$ 76 per barel. Sedangkan pagi ini, Brent bergerak di US$ 79,31 dan WTI di US$ 76,38.
AS, Qatar, dan Mesir menyerukan putaran baru perundingan gencatan senjata untuk mengakhiri perang di Gaza, sementara kawasan itu bersiap menghadapi serangan Iran yang diperkirakan akan terjadi terhadap Israel.
"Minyak mentah melanjutkan pemulihannya dari penurunan baru-baru ini karena meningkatnya risiko geopolitik menjadi fokus," kata analis ANZ Daniel Hynes, dikutip dari Reuters.
Pembunuhan anggota senior kelompok militan Hamas dan Hizbullah minggu lalu telah meningkatkan kemungkinan serangan balasan oleh Iran terhadap Israel, yang memicu kekhawatiran atas pasokan minyak dari wilayah penghasil minyak terbesar di dunia.
Harga minyak mentah telah bangkit setelah Brent jatuh pada Senin ke level terendah dalam tujuh bulan, mengikuti penurunan di pasar ekuitas global.
Harga minyak berjangka akan mengakhiri penurunan selama empat minggu, dengan penghentian produksi minyak mentah terbesar di Libya, penurunan stok minyak mentah AS selama enam minggu, dan serangan Ukraina ke Rusia yang memperparah kenaikan harga.
Harga minyak juga menguat setelah data menunjukkan jumlah warga Amerika yang mengajukan aplikasi baru untuk tunjangan pengangguran turun lebih dari yang diperkirakan. Ini menepis kekhawatiran bahwa pasar tenaga kerja sedang terpuruk dan meredakan kekhawatiran resesi.
“Pasar seharusnya tidak terlalu berharap terlalu tinggi setelah koreksi baru-baru ini,” kata Gao Jian, seorang analis komoditas di Qisheng Futures Co yang berbasis di Shandong seperti dikutip dari Bloomberg.
“Berakhirnya musim mengemudi musim panas di AS dan rencana kembalinya produksi OPEC+ mulai kuartal berikutnya merupakan faktor-faktor yang perlu diperhitungkan secara bertahap,” katanya.
Sementara itu, permintaan bahan bakar jet membaik di Cina. Titik terang yang langka ini muncul setelah sinyal-sinyal bearish selama berbulan-bulan, termasuk data minggu ini yang menunjukkan bahwa impor minyak Cina pada Juli menjadi impor terendah dalam 2 tahun.