Pemerintah Kembali Dorong Hilirisasi Batu Bara Jadi DME, Begini Sejarahnya


Pemerintah berencana melanjutkan proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di tiga lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Langkah ini merupakan bagian dari instruksi Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas dengan Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin malam (3/3).
Kepala Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa proyek ini bertujuan untuk mengolah batubara berkalori rendah sebagai substitusi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).
"Pemerintah akan lakukan ini agar produknya betul-betul bisa dipasarkan di dalam negeri sebagai substitusi impor," kata Bahlil dalam konferensi pers seusai rapat.
Berbeda dari rencana sebelumnya yang bergantung pada investor asing, kali ini proyek akan didanai melalui anggaran negara dan perusahaan swasta nasional.
Dengan skema baru ini, pemerintah ingin memastikan proyek DME tidak lagi bergantung pada keinginan investor asing yang bisa saja mundur di tengah jalan.
Apa Itu DME?
Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, DME merupakan senyawa eter sederhana dengan rumus kimia CH3OCH3.
Berwujud gas, DME memiliki karakteristik pembakaran lebih cepat dibandingkan LPG dan dapat memanfaatkan infrastruktur LPG yang ada, seperti tabung, storage, dan sistem penanganan lainnya.
DME memiliki kandungan panas sebesar 7.749 Kcal/Kg, lebih rendah dibandingkan LPG yang mencapai 12.076 Kcal/Kg. Namun, massa jenisnya lebih tinggi sehingga dalam perbandingan kalori, 1 kg LPG setara dengan 1,6 kg DME.
Selain itu, DME lebih ramah lingkungan karena mudah terurai di udara dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 20%.
Sumber bahan baku DME beragam, termasuk biomassa, limbah, dan Coal Bed Methane (CBM), tetapi batu bara berkalori rendah dianggap paling ideal untuk pengembangan saat ini.
Proyek DME Pertama di Indonesia
Pada 24 Januari 2022, Presiden Joko Widodo melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batubara menjadi DME di Muara Enim, Sumatera Selatan. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi subsidi LPG dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Nanti bisa berproduksi, bisa kurangi subsidi APBN kurang lebih Rp 7 triliun," ujar Jokowi saat peresmian.
Proyek ini merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero), dan Air Products & Chemicals Inc. Rencananya, proyek ini akan menghasilkan 1,4 juta metrik ton DME per tahun atau setara dengan 1 juta ton LPG.
Investasi tahap pertama mencapai US$ 2,3 miliar atau sekitar Rp 33 triliun, dengan target penyelesaian dalam 30 bulan.
Menteri Investasi/Kepala BKPM saat itu, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa proyek senilai US$ 15 miliar (Rp 215 triliun) ini awalnya ditargetkan rampung dalam 36 bulan. Namun, ia meminta agar penyelesaiannya dipercepat menjadi 30 bulan atau 2,5 tahun.
Investor Hengkang, Proyek Tertunda
Namun, proyek ini mengalami hambatan setelah Air Products and Chemicals Inc (APCI) mengundurkan diri pada 2023. Direktur PTBA, Arsal Ismail, mengungkapkan bahwa APCI telah mengirim surat resmi pengunduran diri kepada pemerintah melalui Kementerian Investasi.
"Air Products sudah kirim surat resmi beserta alasannya. Mereka mungkin punya alasan tersendiri," kata Arsal di The St Regis Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui bahwa hengkangnya APCI menjadi kendala besar. "Jadi itu investornya mundur, padahal itu dulu investornya yang punya lisensi. Ke depannya memang harus cari juga yang sejenis, dan yang bisa membawa dana untuk investasi," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Mencari Mitra Baru
PT Bukit Asam Tbk tengah mencari mitra baru untuk melanjutkan proyek DME. "Memang saat ini kami sedang melakukan penjajakan ke beberapa calon mitra strategis," ujar SVP Project Management Office Bukit Asam Setiadi, dalam Pubex 2024 yang diadakan secara daring pada Selasa (27/8).
Setiadi menjelaskan bahwa calon mitra harus memiliki akses pendanaan, teknologi yang layak, serta pasar yang jelas. Perusahaan telah menjajaki kerja sama dengan beberapa perusahaan asal Cina, yang diketahui memiliki pengalaman dalam produksi DME.
"Yang paling sering membahas bersama kami adalah Ease China Engineering. Itu yang paling serius kami jajaki untuk masalah DME, selain kami juga mempertimbangkan keekonomiannya," kata Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam Rafli Yandra, pada Jumat (8/3).