Harga Minyak Melonjak 4% Usai Trump Tunda Kebijakan Tarif Impor

Ringkasan
- Harga minyak dunia naik 4% setelah Presiden AS Donald Trump menunda kebijakan tarif impor. Kenaikan harga minyak acuan Brent dan West Texas Intermediate (WTI) masing-masing sebesar US$ 2,66 dan US$ 2,77 per barel.
- Perang dagang AS-Cina memicu kekhawatiran resesi global dan menekan harga minyak. Meskipun permintaan minyak belum terpengaruh, kekhawatiran pelemahan permintaan di masa mendatang membutuhkan harga minyak yang lebih rendah.
- OPEC+ meningkatkan produksi minyak di tengah perang dagang dan kenaikan persediaan minyak mentah AS. Keputusan ini berpotensi mendorong pasar ke kondisi surplus dan membatasi kenaikan harga minyak.

Harga minyak dunia naik 4% pada Rabu (9/4) usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunda kebijakan tarif impor. Trump menanggungkan tarif impor selama 90 hari tetapi tetap menaikkan tambahan tarif terhadap barang-barang Cina dari sebelumnya 104% menjadi 125%.
Harga minyak acuan Brent ditutup naik US$ 2,66 atau 4,23% menjadi US$ 65,48 per barel, sedangkan minyak West Texas Intermediate atau WTI ditutup naik US$ 2,77 atau 4,65% menjadi US$ 62,35 per barel.
Kedua harga minyak acuan dunia ini sempat turun hingga 7% pada awal sesi perdagangan kemarin.
“Kami telah mencapai titik balik dari konflik perdagangan, dengan Trump yang memberikan waktu kepada negara-negara yang beritikad membuat kesepakatan untuk menghilangkan tarif,” kata analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn dikutip dari Reuters, Kamis (10/4).
Adapun pada pagi ini, harga minyak bergerak sedikit melemah. Berdasarkan data Reuters hingga pukul 08.30 WIB, harga minyak AS sebesar US$ 61,86 per barel, sedangkan harga minyak Brent tercatat sebesar US$ 64,82 per barel.
Cina sebelumnya telah mengumumkan tarif tambahan 84% untuk barang-barang AS yang berlaku mulai Kamis setelah AS menaikkan tarif balasan menjadi 104% sebelum menaikkan lagi menjadi 125%. “Saya rasa pasar mengharapkan kesepakatan dengan Cina akan segera terjadi,” kata direktur energi berjangka di Mizuho, Bob Yawger.
Para analis mengatakan perang dagang antara AS dan Cina membuat harga minyak tertekan. Analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan konflik perdagangan memicu kekhawatiran akan resesi global.
“Meskipun permintaan minyak kemungkinan belum terpengaruh, meningkatnya kekhawatiran akan melemahnya permintaan beberapa bulan mendatang membutuhkan harga yang lebih rendah untuk memicu penyesuaian pasokan guna mencegah pasar yang kelebihan pasokan,” ujar Staunovo.
Kanada, mitra dagang utama AS juga memberlakukan tarif 25% untuk berbagai produk impor AS sebagai aksi balasan atas pengenaan tarif Trump mulai Rabu.
Menghadapi situasi perang dagang ini, organisasi negara pengekspor minyak dunia dan sekutunya atau OPEC+ telah memutuskan untuk meningkatkan produksi pada Mei sebesar 411 ribu barel per hari.
Para analis menyebut keputusan tersebut berpotensi mendorong pasar ke kondisi surplus sehingga bisa membatasi kenaikan minyak.
Energy Information Administration mencatat, Di AS persediaan minyak mentah naik 2,6 juta barel menjadi 442,3 juta barel minggu lalu.
“Ekspor berada di level yang lebih rendah dan kita harus melihat apakah kita akan kehilangan akses ke pasar Cina, dan apakah kita akan melihat situasi ekspor yang berkurang ke depannya,” kata partner di Again Capital di New York, John Kilduff.