Subsidi Listrik 2025 Diperkirakan Jebol jadi Rp 90,32 T, Lampaui 3% Target APBN
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksi jumlah anggaran subsidi listrik yang harus dikeluarkan pemerintah pada 2025 mencapai Rp 90,32 triliun. Jumlah tersebut meningkat 3% atau Rp 2,6 triliun dari target APBN 2025 sebesar Rp 87,72 triliun.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu mengatakan peningkatan subsidi listrik ini disebabkan fluktuasi parameter penetapan tarif listrik yakni harga minyak mentah Indonesia (ICP), kurs, dan inflasi.
“Hal yang mendasari terutama kurs dan ICP yang sangat volatile, tidak bisa kita kendalikan. Kurs rupiah dari Rp 14.000 menjadi Rp 16.000, jadi ada peningkatan subsidi,” kata Jisman dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (30/6).
Hingga Mei 2025, sebanyak Rp 35 triliun anggaran sudah diserap untuk subsidi listrik. Angka tersebut berasal dari volume penjualan subsidi listrik mencapai 31 tera watt hour (TWh) per Mei 2025.
Jisman memperkirakan volume penjualan mencapai 76,63 TWh hingga akhir 2025. Angka ini melampaui target APBN 2025 sebanyak 73,13 TWh dan realisasi penjualan 2024 sebesar 71,52 TWh.
“Jadi ada potensi penambahan penjualan, mungkin karena kondisi ekonomi lebih baik sehingga penggunaan listriknya juga bertambah,” katanya.
Berikut nilai subsidi listrik sejak 2020:
- 2020: Rp 47,99 triliun
- 2021: Rp 49,80 triliun
- 2022: Rp 58.83 triliun
- 2023: Rp 68,64 triliun
- 2024: Rp 77,05 triliun
Pada 2024, subsidi listrik dinikmati oleh 24,75 juta (46,49%) pelanggan berdaya 450 VA dan 10,15 juta (20,79%) pelanggan berdaya 900 VA. Sisanya, dinikmati oleh kategori bisnis kecil 4,28 juta pelanggan, sosial 2,08 juta pelanggan, industri kecil 240 ribu pelanggan, pemerintah 190 ribu pelanggan, dan kategori lainnya 143 pelanggan.
Subsidi Listrik Diklaim Tepat Sasaran
Direktur Ritel dan Niaga PT PLN (Persero) Adi Priyanto mengatakan pentingnya penyaluran subsidi listrik yang akurat dan tepat sasaran. Demi mencapai itu, aplikasi mobile PLN telah terintegrasi secara real-time dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial melalui layanan web services.
“Jadi pelanggan yang layak atau tidak layak itu sudah bisa ditampilkan di aplikasi PLN Mobile,” kata Adi.
Perbaikan ini dinilai signifikan karena proses verifikasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) kini mengandalkan data DTKS yang dinamis, jauh berbeda dari metode sebelumnya yang menggunakan data statis, sehingga langkah ini dapat meningkatkan akurasi penyaluran subsidi.
Untuk mendukung validitas data, PLN juga telah melakukan survei dan pemutakhiran terhadap 39,6 juta data pelanggan. Hasil survei ini telah diserahkan kepada Kementerian ESDM dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk digunakan lebih lanjut.
Berdasarkan perhitungan APBN 2025, subsidi listrik ditetapkan sebesar Rp 87,72 triliun untuk seluruh pelanggan PLN bersubsidi. Dari jumlah tersebut, Rp 56,50 triliun dialokasikan khusus untuk pelanggan rumah tangga.
Namun, untuk tahun 2026 pemerintah memproyeksikan subsidi listrik akan naik tajam, berkisar antara Rp 97,37 triliun hingga Rp 104,97 triliun. Angka ini didasarkan pada asumsi makroekonomi, termasuk nilai tukar rupiah di kisaran Rp 16.500 - Rp 16.900, harga minyak mentah Indonesia (ICP) antara US$ 60-80 per barel, dan inflasi sebesar 1,5--3,5 persen.
