Kadin Usul Kompor Gas Dikenai Pajak Demi Percepat Adopsi Kompor Listrik

Andi M. Arief
17 September 2025, 15:44
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo menyampaikan paparan dalam Energy Insight Forum bertajuk "Redefining Coal's Contribution: Sustaining Revenues, Navigating Challenge
Katadata/Fauza Syahputra
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo menyampaikan paparan dalam Energy Insight Forum bertajuk "Redefining Coal's Contribution: Sustaining Revenues, Navigating Challenges" di Bimasena, Jalan Dharmawangsa Raya, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan agar pemerintah mengenakan pajak kepada masyarakat yang masih menggunakan kompor gas. Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin Indonesia, Aryo Djojohadikusumo, mengatakan langkah tersebut bisa mempercepat adopsi kompor listrik di rumah tangga.

Aryo menjelaskan, pajak kompor gas nantinya dapat digunakan sebagai sumber dana subsidi LPG. Dengan begitu, pengenaan pajak akan mengurangi aktivitas di Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) milik PT Pertamina.

“Jangan lawan kebijakan pemerintah terkait hilirisasi DME, tapi hilangkan permintaan LPG di masyarakat dengan menghilangkan penggunaan kompor gas. Strategi tersebut akhirnya membuat SPBE tidak laku lagi,” ujarnya dalam Energy Insight Forum, Rabu (17/9).

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga menilai dorongan penggunaan kompor listrik lebih realistis dibanding menjalankan hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Ketua APBI, Priyadi, mengatakan penggunaan kompor listrik akan membantu menekan impor LPG yang terus meningkat selama 10 tahun terakhir.

Dalam catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), impor LPG Indonesia pada 2014 berjumlah 3,6 juta metrik ton. Angka itu terus naik hingga mencapai 6,95 juta metrik ton pada 2023.

Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang membangun fasilitas gasifikasi batu bara mengungkapkan proyek hilirisasi DME tertahan akibat tingginya harga jual. Saat ini harga DME di dalam negeri mendekati US$ 990 per ton, dengan kebutuhan subsidi hingga US$ 710 per ton. Sebagai perbandingan, subsidi LPG hanya sekitar US$ 474 per ton.

Meski begitu, pemerintah tetap menyiapkan proyek hilirisasi DME. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyebutkan Indonesia segera memulai proyek DME bersama perusahaan asal Cina.

Tri mengatakan, perusahaan tersebut menawarkan internal rate of return (IRR) di atas 15%, menggunakan batu bara kelas rendah, serta berinvestasi penuh senilai US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 19,74 triliun. Proyek ini sepenuhnya investasi swasta dan tidak harus menggandeng PTBA.

“Setelah uji kelayakannya terperinci, mudah-mudahan bisa segera dilaksanakan, karena proyek ini murni investasi swasta,” ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...