Motor Listrik hingga MRT, Gaya Hidup Pekerja Jakarta Menuju Swasembada Energi

Mela Syaharani
4 Desember 2025, 19:13
Sejumlah sepeda motor listrik mengantre mengisi daya di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN di Jakarta, Selasa (3/12/2024). Berdasarkan data PT PLN (Persero), per November 2024 tercatat jumlah SPKLU sebanyak 2.490 unit untuk kendaraan rod
ANTARA FOTO/Alif Bintang/app/nym.
Sejumlah sepeda motor listrik mengantre mengisi daya di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN di Jakarta, Selasa (3/12/2024). Berdasarkan data PT PLN (Persero), per November 2024 tercatat jumlah SPKLU sebanyak 2.490 unit untuk kendaraan roda empat dan 9.956 unit untuk kendaraan roda dua dengan jumlah transaksi meningkat lima kali lipat dalam setahun seiring semakin banyaknya pengguna kendaraan listrik di Indonesia.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

 

Tren penjualan motor listrik di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, jumlah registrasi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) roda dua pada 2023 mencapai 17,198 unit. Jumlahnya melonjak pada 2024 menjadi 77,078 unit.

Kenaikan ini bukan sekadar pergeseran moda transportasi, tetapi menandai perubahan gaya hidup menuju elektrifikasi yang lebih luas. Semakin lama, banyak masyarakat Indonesia menggunakan jenis kendaraan ini untuk aktivitas sehari-hari. 

Salah satunya, adalah Fauzan. Pekerja Jakarta berusia 26 tahun ini mulai menggunakan motor listrik sejak 2023. Salah satu tujuannya untuk mobilitas bekerja dari rumahnya menuju pusat Kota Jakarta.

Perjalanan menuju tempat kerjanya ditempuh menggunakan kendaraan lalu dilanjutkan dengan penggunaan kendaraan umum berbasis listrik berupa MRT. Sehari-hari, ia menggunakan motor listrik menuju stasiun MRT Lebak Bulus yang berjarak sembilan kilometer dari rumahnya. 

“Setelah menggunakan motor listrik, biaya energi dalam satu bulan hanya menghabiskan Rp70.000,” kata Fauzan kepada Katadata, Kamis (4/12).

Penggunaan motor listrik juga menghemat pengeluaran transportasinya. Saat menggunakan kendaraan roda dua konvensional, dia harus mengeluarkan biaya dua kali lipat lebih besar untuk membeli bahan bakar.

Hal ini sejalan dengan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menyatakan penggunaan motor listrik lebih menghemat pengeluaran masyarakat dibandingkan dengan menggunakan kendaraan berbahan bakar minyak. 

Berdasarkan uji coba yang dilakukan Kementerian ESDM, 1 kilowatthour (KWH) yang digunakan motor listrik dapat menempuh jarak 35 kilometer. Hasil ini menunjukkan jarak yang ditempuh 1 KWH sama dengan penggunaan 1 liter BBM.

Biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengisi daya 1 KWH di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) sebanyak Rp 2.466. Jumlahnya jauh lebih murah dibandingkan harga BBM satu liter yang dibandrol mulai Rp 10.000 per liternya.

Selain irit, dia juga mengatakan ada beberapa manfaat yang didapatkannya melalui penggunaan motor listrik ini. “Kendaraan tidak berisik, dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Fauzan juga menyebut salah satu faktor yang mendasari dirinya membeli motor listrik adalah untuk mendukung tercapainya target bebas emisi atau mendukung net zero emission (NZE) pada 2060.

Tidak hanya Fauzan, penggunaan kendaraan umum berbasis listrik dalam aktivitas sehari-hari juga dilakukan pekerja Jakarta lainnya, yakni Puja (24). Sehari-hari, dia menggunakan MRT untuk beraktivitas sepulang kerja sejak 2023.

“MRT waktu tempuh (menuju tempat tinggal) lebih cepat dibandingkan Transjakarta. Selain itu, harganya lebih murah dibandingkan naik ojek online,” kata Puja kepada Katadata, Kamis (4/12).

Perubahan kecil yang dilakukan Fauzan dan Puja, dari memilih motor listrik hingga rutin menggunakan MRT, menunjukkan bahwa elektrifikasi bukan lagi wacana masa depan, melainkan kebiasaan baru yang semakin tumbuh. Ketika semakin banyak masyarakat beralih pada energi listrik untuk mobilitas sehari-hari, ketergantungan Indonesia pada impor minyak perlahan dapat dikurangi.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia saat ini masih mengimpor 60% kebutuhan minyak bumi, sebab kinerja produksi domestik hanya mencapai 600 ribu barel per hari. Di tengah tantangan produksi minyak dalam negeri yang kian menurun, gaya hidup berbasis listrik membuka ruang bagi negara untuk berdiri lebih mandiri dalam urusan energi.

Selain itu, pemanfaatan listrik dalam kehidupan sehari-hari secara lebih jauh juga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, kemandirian energi, dan peningkatan kualitas udara. Pada akhirnya, swasembada energi bukan hanya soal kebijakan besar, tetapi tentang keputusan-keputusan kecil yang kita buat setiap hari untuk membuat udara lebih bersih, biaya lebih ringan, dan masa depan lebih berkelanjutan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...