Cukai Naik, Produksi Rokok Tahun Depan Diperkirakan Turun 15%
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) memperkirakan produksi rokok bakal turun hingga 15% pada tahun depan. Hal ini seiring rencana pemerintah menaikkan rata-rata cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran rokok rata-rata 35%.
"Dengan adanya keputusan pemerintah yang sangat eksesif, tentu akan menyebabkan dampak negatif untuk industri," kata Ketua Gappri Henry Najoan di Jakarta, Rabu (18/9).
Ia menyebut kenaikan tarif cukai akan mengganggu ekosistem industri rokok. Penjualan rokok akan turun dan berakibat pada produksi serta penurunan penyerapan tembakau dan cengkeh hingga 30%.
Selain itu, menurut dia, bakal terjadi pemangkasan karyawan pabrik, serta peningkatan rokok ilegal.
Padahal, menurut dia, industri rokok sangat strategis jika melihat kontribusi terhadap pendapatan negara yang mencapai 10% terhadap APBN atau sekitar Rp 200 triliun. Pendapatan tersebut diperoleh melalui instrumen cukai, pajak rokok daerah, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
(Baca: Tarif Cukai Rokok Bakal Naik 23%, Harga Eceran Lebih Mahal 35%)
Industri hasil tembakau juga menyerap 7,1 pekerja yang meliputi petani, buruh, pedagang eceran, dan industri yang terkait. Padahal, saat ini industri hasil tembakau tengah mengalami tren negatif.
Pertumbuhan industri rokok dalam tiga tahun terakhir telah menurun 1-3%. Berdasarkan data AC Nielsen, produksi rokok pada semester I 2019 juga menurun 8,6% secara tahunan.
Pengurus Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Malang Adi Handardi mengatakan, pemerintah menaikkan cukai rata-rata sekitar 10% per tahun, kecuali pada 2020. Adi berharap, kenaikan cukai tahun depan hanya sebesar 10%, seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Jadi pertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan persetujuan DPR," ujar dia.
(Baca: Efek Berantai Tingginya Kenaikan Cukai Rokok )
Sebagaimana diketahui, terdapat sejumlah anggota DPR menolak kenaikan cukai rokok hingga dua digit pada tahun depan. Sementara, sebagian anggota DPR lainnya menyepakati kenaikan cukai rokok.
Ia pun menyatakan kecewa karena rencana kenaikan cukai tidak pernah dikomunikasikan dengan pabrikan. Padahal, Undang-Undang No. 39/2007 tentang cukai menyatakan bahwa penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada RAPBN harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha, serta disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan.
"Harusnya ada kepastian untuk berusaha. Jangan loncat-loncat, sebentar tidak naik, sebentar dirapel," jelas dia.