Pemerintah Mulai Selidiki Anti-Dumping Baja Lapis Tiongkok-Vietnam
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) memulai penyelidikan anti-dumping atas produk impor baja lapis aluminium seng (BJLAS) asal Tiongkok dan Vietnam. Dalam tiga tahun terakhir, total impor baja lapis alumunium asal kedua negara terus meningkat hingga 27%.
Secara rinci, data Kementerian Perdagangan menunjukkan pada 2018 total impor baja tersebut dari kedua negara sebesar 748.400 metrik ton (MT), meningkat dibanding 2016 yang tercatat sebesar 463.375 MT. Sementara, pangsa impor Tiongkok dan Vietnam relatif dominan yakni mencapai 90% terhadap total impor baja lapis alumunium seng indonesia.
Atas dasar itu, pemerintah bakal melakukan penyelidikan. Adapun dasar hukum yang digunakan dalam penyelidikan ini di antaranya adalah Pasal lima Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
(Baca: Tiongkok Kenakan Bea Masuk Anti-Dumping Baja RI, Jepang dan Eropa)
Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 76/M-DAG/PER/12/2012 tentang Tata Cara Penyelidikan dalam Rangka Pengenaan Tindakan Antidumping dan Tindakan Imbalan, dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/9/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
76/M-DAG/PER/12/2012.
"KADI telah menyampaikan informasi terkait dimulainya penyelidikan tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti industri dalam negeri, importir, eksportir/produsen, serta perwakilan pemerintah negara yang dituduh," kata Ketua KADI, Bachrul Chairi di Jakarta, Kamis (29/8).
Bagi pihak yang berkepentingan, pihaknya memberi kesempatan untuk penyampaian tambahan informasi, tanggapan secara tertulis, dan/atau permintaan dengar pendapat (hearing) yang berkaitan dengan penyelidikan dan kerugian.
Tudingan serupa sebelumnya juga dilakukan Tiongkok atas produk baja asal Indonesia. Mengutip laman Reuters, Tiongkok akan mengenakan tarif anti-dumping sebesar 18,1% hingga 103,1% pada produk billet stainless steel dan plat stainless steel canai panas dari keempat negara/kawasan. Aturan tersebut berlaku efektif pada 23 Juli 2019.
(Baca: Baja Indonesia Kalah dari Tiongkok, Pemerintah Belum Bisa Batasi Impor)
Keputusan itu menyusul penyelidikan anti-dumping pada Juli tahun lalu setelah pengaduan diajukan oleh perusahaan negara Tiongkok, Shanxi Taigang Stainless Steel. "Lembaga penyelidikan telah membuat keputusan akhir bahwa ada pembuangan produk-produk yang diselidiki dan telah menyebabkan kerusakan substantif pada industri di Tiongkok," kata menteri perdagangan Tiongkok.
Billet stainless steel dan pelat baja stainless canai panas biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat produk baja canai atau canai dingin pada industri galangan kapal, wadah, kereta api, listrik dan industri lainnya.
Tiongkok merupakan produsen baja antikarat terbesar di dunia dengan kemampuan produksi 26,71 juta ton pada 2018. Menurut Asosiasi Baja Stainless Tiongkok, angka produksi tersebut naik 2,4% dibanding tahun lalu.