Pemerintah Kaji Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri dengan PBB
Pemerintah menyusun rekomendasi mengenai kebijakan pengelolaan limbah industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian melibatkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Development Programme/UNDP) dalam kegiatan ini.
Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara menyatakan, rekomendasi ini bertujuan untuk mewujudkan prinsip industri hijau serta peningkatan daya saing dan membangun manufaktur nasional yang berkelanjutan.
Ia berharap, industri dapat mengurangi atau menghilangkan penggunaan bahan pencemar organik yang persisten atau Persistent Organic Pollutants (POPs) dalam proses produksinya. “Salah satu bahan kimia berbahaya yang terdaftar sebagai POPs dan disinyalir masih digunakan di Indonesia adalah Polybrominated Diphenyl Ethers (PBDEs), biasanya digunakan sebagai flame retardant (penghambat nyala api) pada proses produksi,” kata Ngakan dalam keterangan resmi dari Bali, Senin (8/1).
(Baca juga: Jokowi Beri Tenggat Agar Integrasi Izin Usaha Berjalan Mulai Maret)
Oleh karena itu, Ngakan meminta kepada sejumlah manufaktur seperti industri plastik, tekstil, alat angkut, dan elektronika agar menggunakan teknologi pengolahan limbah sesuai standar. Alasannya, industri tekstil, alat transportasi, elektronika, dan telematika merupakan industri andalan nasional yang telah ditetapkan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035.
Indonesia juga telah melakukan ratifikasi Konvensi Stockholm melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention On Persistent Organic Pollutants (POPs). Berdasarkan Konvensi Stockholm, telah teridentifikasi 12 bahan yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik persisten yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
(Baca juga: Jokowi : Ekonomi Indonesia Sehat, Tapi Belum Bisa Lari Kencang)
Ngakan juga mendorong industri nasional agar megoptimalkan pengelolaan sampah secara tepat. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah pendekatan waste to energy. “Selain bisa mengurangi timbulan limbah, pendekatan tersebut juga membantu mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil,” ujarnya.
Hal tersebut mendukung komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana ditargetkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang disampaikan pada Paris Agreement tahun 2016.