Taiwan Siap Investasi Rp 44,6 Triliun untuk Infrastruktur ASEAN
Pemerintah Taiwan telah mengeluarkan New Southbound Policy yang lebih ramah kepada negara-negara di selatannya sebagai prioritas utama revitalisasi ekonomi. Rencananya, Taiwan bakal menggelontorkan US$ 3,3 miliar atau setara Rp 44,6 triliun untuk investasi infrastruktur di negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN.
Director of Economic Division Taipei Economic and Trade Office (TETO) Jack Chen-Huan menyatakan dana tersebut khusus hanya untuk infrastruktur dan Indonesia menjadi salah satu tujuan penting. "Kami mencoba untuk berkontribusi dan masuk ke dalam pasar infrastruktur Indonesia dan negara Asia lainnya," kata Jack kepada wartawan di jakarta, Rabu (8/11).
Menurutnya, beberapa perusahaan konstruksi Taiwan telah ikut dalam beberapa lelang yang diadakan pemerintah Indonesia namun kerap gagal dalam proyek-proyek besar. Meski begitu, ia mengaku akan terus bekerja sama dengan negara pemenang lelang seperti Jepang atau Tiongkok untuk membantu proyek pembangkit listrik, bendungan, energi terbarukan, hingga pembangunan kawasan industri.
(Baca juga: Pertaruhan Jokowi di Proyek Infrastruktur)
Untuk mengakomodasi investasi Taiwan, Standard Chartered Bank pun bekerja sama dengan Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM). Nantinya akan disediakan tim yang mengurus perizinan investasi Taiwan lewat layanan izin 3 jam. Jack menilai kemudahan perizinan dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan dari negaranya.
Ia memberi contoh, sebuah perusahaan ban asal Taiwan baru mendapatkan izin untuk mendirikan pabrik di Indonesia setelah 2 tahun menunggu. Padahal ketika mengajukan di Vietnam, izinnya keluar hanya dalam waktu 6 bulan.
Setelah mendapat izin, Jack menyatakan, masalah distribusi antar pulau hingga kultur masyarakat menjadi tantangan tersebdiri bagi investor Taiwan di Indonesia. Ia mencontohkan, Indonesia merupaka negara muslim yang besar, maka perusahaan makanan dan minuman harus tahu pentingnya label halal.
"Indonesia adalah pasar yang besar yang tidak begitu saja dapat dimengerti, lebih sulit dari Malaysia dan Singapura," tuturnya.
Chief Analyst Standard Chartered Bank Taiwan Tony Phoo menjelaskan pasar Asia Tenggara menjadi penting bagi Taiwan karena 3 aspek, yaitu wisata, perdagangan, dan investasi.
Investasi Asing (FDI) Taiwan ke Indonesia 2010-2017
Ia mencatat, pada periode Januari-Agustus 2017, wisatawan dari Asia Tenggara melonjak 33% dibanding 2016 dengan porsi dari keseluruhan wisatawan lebih dari 30%. Lebih besar dari Tiongkok 24% dan Jepang 17%. "Tanpa penduduk Asia Tenggara, 2018 akan menjadi tahun yang berat," kata Tony.
Untuk perdagangan, Tony menjelaskan, pada 2017 ekspor Taiwan ke Asia Tenggara sebesar 20% dari total ekspor. Angka ini meningkat pesat dari 2011 yang hanya sekitar 10%.
(Baca juga: Disumbang Tissue, Surplus Perdagangan dengan Taiwan Rp 12 Triliun)
Secara investasi, menurut Tony, Foreign Direct Investment (FDI) Taiwan ke Asia Tenggara pada 2015 sebesar US$ 226 miliar. Pertumbuhan investasinya juga mencapai 2017 mencapai 12% setiap tahun.
Tony menyebut, pada 2011 investasi Taiwan ke Tiongkok mencapai 80% dari keseluruhan, tetapi berkurang menjadi 40% pada 2016. Sebaliknya, investasi ke Asia Tenggara bergerak dari 6% pada 2011 menjadi sekitar 30% tahun lalu. "Bagi kami penting untuk negara Asia Tenggara, terutama Indonesia untuk terus mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat," ujarnya.
Data BKPM mencatat, investasi Taiwan di Indonesia medio Januari-September 2017 hanya sebesar US$ 340 juta. Namun, angka ini meningkat lebih dari 2 kali lipat dibanding tahun 2016 secara keseluruhan yang cuma US$ 150 juta.
Chief Economist Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra menjelaskan investasi Taiwan berada di level 13 tetapi pertumbuhannya sangat cepat. "Kalau kita lihat seharusnya investasi bisnis akan membantu apalagi Indonesia sedang berusaha memanjat value chain, sehingga kita tidak hanya bermain di komoditas, tetapi juga manufaktur," kata Aldian.