Pengembang Harap Pajak Tanah ‘Nganggur’ Tak Memberatkan
Pemerintah tengah menggulirkan wacana pengenaan pajak progresif bagi tanah menganggur. Pengembang properti berharap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang memberatkan konsumen dan pengusaha.
Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi mengatakan, kebijakan pajak progresif akan menambah biaya pembangunan karena tanah mentah merupakan bahan baku bagi pengembang. “Semoga tentunya pemerintah, selalu menginginkan kemudahan berusaha. Tidak mengeluarkan aturan yang memberatkan konsumen dan pengusaha,” katanya kepada Katadata, Rabu (25/1).
Lebih jauh, dia berharap pemerintah terus mendorong industri properti di Tanah Air melalui perbaikan aturan-aturan. Tujuannya agar industri properti bisa berkembang semakin baik ke depan. (Baca juga: Pajak Tanah 'Nganggur' Tak Menyasar Tabungan Lahan Properti)
Di sisi lain, Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto menilai ada sisi positif dari wacana tersebut yakni pemerataan kepemilikan tanah dan menghindari spekulasi harga dari tanah yang ditimbun. Namun, ia mengakui kebijakan pajak progresif akan menambah beban biaya bagi pengembang.
Ia pun tidak menutup kemungkinan pengembang akan mendistribusikan kenaikan biaya ini pada harga properti. Meski begitu, ia yakin penjualan properti tak lantas menurun gara-gara kebijakan tersebut. Sebab, kinerja penjualan tergantung pada kemampuan pengembang untuk berkompetisi.
Meski memahami dampak positif kebijakan itu, ia menekankan pemerintah perlu memperjelas kriteria tanah mengganggur yang akan dikenakan tarif pajak progresif. “Kalau dia sudah punya rencana untuk bangun dalam beberapa tahun ke depan, (semestinya) itu jadi patokan (untuk tidak dikenakan pajak progresif). Jadi jangan sampai semua dianggap tanah menganggur,” katanya.
Ferry juga mengusulkan agar pemerintah memberlakukan insentif untuk pengembang, selain memberi disinsentif berupa pajak progresif tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Theresia Rustandi belum mau berkomentar mengenai aturan ini. Dia masih memelajari draft dari beleid yang dikabarkan akan keluar dalam satu hingga dua bulan ke depan tersebut. “Aturannya belum jelas, kami pelajari dulu,” ujar Theresia yang juga menjabat Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk itu.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil berjanji kebijakan pajak progresif bagi tanah menganggur tidak akan memberatkan pelaku industri properti. Syaratnya, penggunaan lahannya tepat sebagai bank tanah (land bank) dan bukan didiamkan untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga tanah.
Menurut Sofyan, pemerintah akan melakukan kajian untuk mengetahui lahan mana saja yang dianggap sebagai bank tanah dan mana yang dijadikan instrumen spekulasi. "Kami akan lihat secara hati-hati, kalau dia adalah land bank kita bisa mengerti. Jangan sampai kebijakan ini mematikan industri yang wajar," katanya. (Baca juga: Pengadaan Rumah Rakyat Terkendala Harga Hingga Mafia Tanah)
Meski begitu, dia menekankan, bank tanah juga perlu memiliki perencanaan pembangunan supaya ke depan masyarakat menempati rumah vertikal bukan rumah tapak.
Adapun Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menjelaskan, rencananya, pajak ini akan berlaku bagi seluruh tanah, termasuk milik perusahaan pelat merah. Namun, pemerintah masih mengkaji skema untuk bank tanah milik negara agar pembelian tanah untuk keperluan pembangunan tetap lebih murah.
“Semua (jenis tanah) tentu akan dilihat. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu alasannya apa (tanah menganggur)? Kalau itu untuk spekulasi saja agar (harga) naik gila-gilaan. Syaratnya nanti akan betul-betul jelas, sehingga tidak disalahgunakan,” ujar Sofjan.