Industri Pengolahan Rumput Laut Masih Tertinggal
Niat pemerintah untuk mendorong industri pengolahan rumput laut belum diimbangi kesanggupan para pelaku usaha. Akibatnya, ekspor pun merosot.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk rumput laut dan ganggang lainnya merosot 37 persen secara year on year dalam periode Januari - Agustus 2016 menjadi US$70,7 juta dari sebelumnya US$ 112,3 juta.
“Dari total yang kita ekspor, 97 persen di antaranya berupa bahan baku,” Kata Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut (ARLI) Safari Aziz dalam Forum Group Discussion Kadin di Jakarta, Selasa (10/1/2016).
(Baca juga: Bernilai Rp 1.400 Triliun, Industri Makanan Diprediksi Tumbuh 8 Persen)
Berdasarkan data yang dimiliki ARLI, total ekspor rumput laut pada tahun 2015 mencapai 212.001 ton. Dari jumlah itu, ekspor bahan baku sebesar 206.304 ton, sementara ekspor produk olahan yang hanya 5.697 ton.
Safari menyebut, ada beberapa persoalan yang membayangi ekspor rumput laut. Di antaranya, rencana penerapan bea keluar dengan variasi 20-40 persen, pengenaan pajak ekspor, serta kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bahan baku.
Berbagai wacana ini, menurut Safari, telah membuat para importir rumput laut Indonesia mulai mencari produsen alternatif.
(Baca juga: Banyak Kapal Ikan Kecil, Pemerintah Dorong Industri Galangan)
Menurut Safari, dirinya mendukung keinginan pemerintah untuk melakukan hilirisasi rumput laut. Hanya saja, hal itu tidak bisa dilakukan secara cepat. "Perlu dibuat persiapan secara matang terutama dalam hal daya saing dan pasar karena pasar rumput laut dan hasil olahannya lebih banyak berada di luar negeri," katanya.
Target Produksi Rumput Laut 2015-2019
Safari menyatakan, penyerapan rumput laut dari industri-industri dalam negeri masih rendah. Sementara, produksi rumput laut domestik melimpah. "Seharusnya, pemerintah tidak membatasi atau mengenakan bea keluar ekspor bahan baku rumput laut sebelum industri pengolahannya siap," katanya.
Berdasarkan perkiraan ARLI, produksi rumput laut selama 2016 hanya mencapai 11 juta ton. Sementara tahun depan, Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi rumput laut pada 2017 mencapai 13,4 juta ton.
Sebaliknya, dari pihak pemerintah, Kementerian Perindustrian menilai hilirisasi olahan rumput laut belum optimal karena bahan bakunya lebih banyak yang diekspor. Karena itu, pemerintah mencari instrumen aturan untuk memperketat ekspor rumput laut mentah. "Kami akan meminta Kementerian Keuangan agar bea keluar rumput laut bisa dinaikkan," kata Direktur Jenderal Industri Agro Panggah Susanto.
(Baca juga: Menteri Perindustrian Resmikan Pabrik Keramik Senilai Rp 300 Miliar)
Panggah mengatakan kenaikan bea keluar merupakan disinsentif agar bahan baku rumput laut bisa diolah di dalam negeri. Saat ini bea keluar di bawah 9 persen, sementara pajak pertambahan nilai malah 10 persen. "Orang memilih menjual keluar negeri," kata dia.
Sementara Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Abdul Rochim menambahkan, saat ini ada 25 perusahaan industri pengolahan rumput laut di dalam negeri dengan kapasitas produksi 33 ribu ton. Namun jumlah produksi yang bisa dihasilkan Indonesia baru 20 ribu ton. "Tingkat utilisasinya baru sekitar 60,6 persen."