Pengadaan Rumah Rakyat Terkendala Harga Hingga Mafia Tanah

Desy Setyowati
14 Desember 2016, 15:40
Perumahan
Arief Kamaludin | Katadata

Pemerintah kesulitan mencukupi kebutuhan rumah rakyat. Hingga saat ini, kekurangan rumah (backlog) mencapai 13,5 juta unit. Adapun kebutuhan rumah setiap tahun 800 ribu unit, namun baru terpenuhi 400 ribu unit.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan, ada sederet kendala dalam memenuhi kebutuhan rumah, dari mulai tingginya harga tanah hingga keberadaan mafia tanah. Untuk mengatasi kendala harga, pihaknya berencana merealisasikan pembentukan bank tanah.

"Kami akan buat Peraturan Pemerintah (PP) pembentukan bank tanah, nanti bank tanah ini institusi yang mengelola tanah di bawah Kementerian ATR/BPN, Insya Allah beroperasi 2017," kata Sofyan saat acara diskusi bertajuk ‘Peran Perbankan dalam Mendukung Sektor Properti Sebagai Lokomotif Perekonomian’ di Jakarta, Rabu (14/12).

Bank tanah bisa mengambil tanah-tanah yang terbengkalai sehingga harga tanah untuk perumahan dapat terkontrol. Rencananya, PP pembentukan bank tanah bakal keluar sebelum Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan selesai dibahas di DPR. (Baca juga: Jadi Holding, Perumnas Targetkan Pembangunan Rumah Naik 4 Kali Lipat)

CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghada mendukung rencana pemerintah membentuk bank tanah. “Instrumen yang bisa kendalikan harga tanah adalah bank tanah. Tanpa itu ya market mechanism, enggak ada rambu-rambunya,” kata dia.

Ali menjelaskan, selama ini, lonjakan harga tanah terjadi karena harga ditentukan mekanisme pasar. Alhasil, ketika harga naik, pengembang pun kebingungan menjualnya. Padahal, masih banyak yang membutuhkan rumah. “Sekarang kalau dengan tipe yang sama harganya naik, ada tidak market-nya? Kami kesulitan jual,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Direktur Sinarmas Land Ignesjz Kamalawarta. Agar bisa mengatasi backlog, diperlukan percepatan realisasi bank tanah. “Dengan bank tanah, harga bisa dijangkau,” kata dia. (Baca juga: BTN: Tahun Depan Bunga KPR Mungkin Turun)

Selain mengatasi kendala harga melalui bank tanah, pemerintah tengah berupaya menghapus keberadaan mafia tanah melalui RUU Pertanahan. Mafia tanah dinilai turut menghambat pemenuhan perumahan rakyat.

Dalam RUU Pertanahan, Sofyan menjelaskan, pemerintah mendorong agar sertifikat yang terdaftar lebih dari lima tahun tidak bisa digugat. Tujuannya agar pemutarbalikkan fakta terkait kepemilikan tanah bisa diminimalkan. “Dalam waktu dekat juga akan ada beberapa mafia tanah yang dibawa ke pengadilan,” ujarnya.

Ke depan, pemerintah akan memastikan bahwa sertifikat menjadi bukti kuat atas kepemilikan tanah. Untuk itu, perlu mendorong agar sertifikasi tanah bisa berjalan lebih cepat. (Baca juga: Jokowi Targetkan 5 juta Sertifikat Tanah Rampung Tahun Depan)

Dalam catatan Sofyan, jumlah bidang tanah di luar kawasan hutan mencapai 110 juta bidang. Dari jumlah tersebut hanya 46 juta bidang yang sudah bersertifikat. Jika melalui proses normal, butuh waktu seabad agar semuanya bisa bersertifikat.

Namun, dia menargetkan, sertifikasi tanah bisa beres pada 2025. Rinciannya, sebanyak 5 juta bidang tanah bersertifikat pada 2017, selanjutnya 8 juta pada 2018, lalu 9 juta pada 2019 dan 10 juta pada 2020. Jumlah tersebut naik dibanding tahun ini yang hanya 600-800 ribu bidang tanah.

Demi mempercepat sertifikasi tanah, Sofyan mendorong penambahan juru ukur bersertifikat. Sebagai gambaran, Bank Tabungan Negara (BTN) memiliki 1.900 juru ukur, namun yang aktif hanya 900-an karena sisanya sudah menjadi pejabat.

“Tahun ini ada 2.500-3.000 juru ukur bersertifikat independen. Kalau perlu sertifikat, pergi saja ke mereka dengan harga yang kompetitif,” kata Sofyan.

Selain langkah-langkah tersebut, pihaknya juga akan menerapkan komputerisasi di setiap kantor pertanahan untuk memangkas birokrasi dalam pengurusan tanah.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...