Hambat Investasi Asing, Kadin Minta Sertifikasi Halal Direvisi
Kewajiban mendapatkan sertifikasi halal dalam penjualan produk hasil industri dinilai menyulitkan pengusaha dan dapat menghambat masuknya investasi ke Indonesia. Alasannya, prosesnya panjang dan rumit untuk memperoleh sertifikat tersebut.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, sertifikasi halal ini hampir menyasar semua industri di Indonesia, seperti produk makanan dan minuman, kosmetik dan sebagainya. Alhasil, banyak pengusaha, khususnya pengusaha asing, mempertanyakan implementasi Undang-Undang (UU) sertifikasi halal tersebut karena dianggap dapat menyulitkan bisnisnya.
"Pengusaha dari dalam dan luar negeri banyak mempertanyakan implementasi sertifikasi halal ini. Bagaimana sertifikasi ini menyulitkan mereka dan membuat tidak kompetitif," ujar Shinta dalam forum dialog para pemuka bisnis Indonesia dan Eropa EU-Indonesia Business Dialogue (EIBD) di Jakarta, Selasa (8/11).
(Baca: Tumbuh Melambat, BKPM Klaim Minat Investasi Masih Tinggi)
Menurut dia, Kadin yang merupakan gabungan dari para pengusaha telah memberikan masukan ke pemerintah terkait sertifikasi halal ini yang dapat menyulitkan industri dari hulu ke hilir. Salah satu sarannya, apabila sertifikasi halal ini tetap mau dipertahankan maka perlu mengubahnya dari kewajiban menjadi bersifat sukarela.
Pertimbangannya, jika sertifikasi halal itu merupakan kewajiban maka bukan hanya pengusaha besar namun pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pun akan semakin kesulitan menjalankan aturan tersebut.
Secara umum, Shinta menjelaskan, pemerintah memang tengah menggenjot investasi agar semakin banyak masuk ke Indonesia. Untuk bisa mencapai hal tersebut, pemerintah perlu memberikan kemudahan-kemudahan dalam berinvestasi.
(Baca: Kalla Tunjuk Empat Faktor Penghambat Investasi di Indonesia)
Ia mengakui, pemerintah memang telah merilis 13 paket kebijakan ekonomi untuk memudahkan investasi dan menjalankan usaha. Namun, masih ada aturan-aturan, seperti sertifikasi halal ini, yang justru akan menghambat investasi.
Shinta mengklaim, bukan hanya investor dalam negeri saja yang merasa terbebani, tetapi juga investor luar negeri. Adanya sertifikasi halal ini menjadi ironi di tengah keinginan pemerintah menarik investasi sebanyak-banyaknya. Untuk itu, dia meminta, pemerintah mengevaluasi ulang aturan tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner untuk Pertanian dan Pembangunan Daerah Uni Eropa Phil Hogan mengatakan, Indonesia telah menerapkan berbagai perubahan kebijakan untuk menarik banyak investasi asing. Namun, kemudahan investasi itu sebenarnya masih bisa ditingkatkan kalau sertifikasi halal diperlonggar.
Kepastian terhadap implementasi aturan ini juga menjadi pertimbangan investor untuk masuk ke Indonesia. "Kami ingin ada kepastian terkait sertifikasi halal ini," ujarnya. (Baca: Pemerintah Tawarkan 8 Proyek Infrastruktur Besar ke Asing)
Sekadar informasi, EU-Indonesia Business Dialogue merupakan dialog antara para pemuka bisnis Indonesia dan Eropa. Tujuannya adalah memformulasikan solusi dan rekomendasi terhadap isu-isu yang berkaitan dengan perdagangan dan investasi Uni Eropa-Indonesia, terutama dalam kerangka Comprehensive Economic Partnership Agreement(CEPA).