Tiga Poin Utama Revisi Rencana Pembangkit Listrik PLN
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan tenggat waktu hingga Jumat pekan ini (20/5) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), untuk menyerahkan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Revisi RUPTL tersebut setidaknya harus memuat tiga poin utama untuk menyukseskan program pemerintah yaitu megaproyek pembangkit listrik 35 gigawatt (GW).
Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM Sudjatmiko mengatakan, banyak poin yang harus direvisi dalam RUPTL tersebut. Namun, setidaknya revisi itu menyangkut tiga poin utama. Pertama, PLN perlu memperbesar porsi energi baru dan terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik yang dibangunnya sesuai dengan ketentuan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yaitu 23 persen pada tahun 2025.
Kedua, pembangunan daerah timur Indonesia atau daerah-daerah terluar. “Dalam RUPTL harus berisi ada pembangunan listrik di desa atau daerah terdepan terluar,” kata Sudjatmiko dalam acara temu media, di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/5). Hal ini terkait dengan target elektrifikasi nasional sebesar 97 persen pada 2019. Ketiga, RUPTL harus memuat penguatan peran PLN dalam pengelolaan listrik dan jaringannya.
Menurut dia, penetapan RUPTL PLN tersebut oleh pemerintah penting agar kemudian dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam megaproyek 35 GW. Mulai dari pemerintah sebagai regulator, investor yang berminat membangun proyek itu serta perbankan untuk sumber pendanaannya.
(Baca: ESDM Desak PLN Rampungkan Revisi Rencana Proyek Listrik Pekan ini)
Sebagai contoh, para investor bisa melihat lokasi pembangkit dan transmisi listrik yang akan dibangun. “Jadi jika ada masalah lahan atau tata ruang, pemda terkait bisa turun tangan dan membantu penyelesaiannya,” kata Sudjatmiko.
Selain itu, perbankan atau penyandang dana bisa melihat peluang-peluang menyalurkan pinjaman untuk proyek tersebut. Adapun dari sisi pemerintah, RUPTL tersebut memberikan semacam pedoman untuk mengawasi kemajuan pembangunan pembangkit listrik 35 GW.
Karena itulah, pemerintah mendesak PLN segera menyerahkan revisi RUPTL tersebut. Jika penyerahan RUPTL itu molor maka akan menyebabkan tertundanya penyelesaian megaproyek pembangkit listrik 35 GW yang ditargetkan rampung tahun 2019. “Bakal ada semacam pengunduran target, yang harusnya beberapa sudah dibangun tahun ini akan mundur tahun depan. Jadi tahun depan akan lebih banyak beban kegiatannya,” kata Sudjatmiko.
(Baca: Dukung Proyek 35 GW, PLN Bangun Ribuan Transmisi dan Gardu Induk)
Ia menambahkan, jika PLN tidak menyerahkan revisi RUPTL tersebut pada akhir pekan ini maka Kementerian ESDM akan menetapkan rencana pembangunan pembangkit listrik itu secara sepihak berdasarkan data yang ada dan diselaraskan dengan program 35 GW. Alhasil, jatah PLN menggarap megaproyek pembangkit listrik 35 GW hanya 5 GW. Jadi, mayoritas atau sebanyak 30 GW akan dibangun oleh pihak swasta.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan pihaknya telah lama meminta draf ini kepada PLN. Namun, banyak alasan yang disampaikan PLN terkait lambatnya penyelesaian draf revisi tersebut.
Pada 12 Mei lalu, Jarman kembali mengirimkan surat mengenai RUPTL ke PLN. Dalam surat ini kementerian memberikan target kepada PLN untuk menyerahkan dokumen ini sebelum 20 Mei mendatang. “Direksi harus menyerahkan (revisi) RUPTL paling lambat 20 mei. Itu batas terakhir,” kata Jarman, Minggu (15/5).
Untuk target sekarang ini, kata Jarman, harus bisa dikerjakan oleh PLN. Jika tidak, Direksi perusahaan negara ini akan dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Listrik.
(Baca: Empat Faktor Penghambat Realisasi Megaproyek Listrik 35 GW)
Desakan Kementerian ESDM kepada PLN ini bukan tanpa sebab. Jumat pekan lalu, Menteri ESDM Sudirman Said dipanggil oleh Presiden Joko Widodo untuk menanyakan perkembangan kemajuan proyek listrik 35 GW. Sebab, sudah banyak juga investor dan pelaku usaha menanyakan perkembangan proyek ini.
Kementerian ESDM mencatat, pembangunan proyek pembangkit listrik 35 GW berjalan lambat. Hingga bulan lalu, hanya ada 0,6 persen pembangkit 35 GW yang sudah beroperasi. Sisanya masih dalam tahap perencanaan, pengadaan, dan konstruksi.
Padahal, Jokowi ingin masyarakat bisa segera menikmati manfaat dari proyek ini. Dia pun memerintahkan Sudirman untuk mengevaluasi proyek ini secara menyeluruh. Mulai dari kebijakan, proses penunjukan, pelaksanaan, sampai manajemen proyeknya.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir pernah mengungkapkan, ada hambatan dalam pelaksanaan proyek 35 GW. Ada empat hal yang menghambat proyek listrik 35 GW, sehingga pengerjaannya molor. Yakni masalah pembebasan lahan, perizinan, tuntutan hukum, dan kerjasama dengan pihak ketiga.