Minim Insentif, Realisasi Investasi Sektor Padat Karya Melorot

Yura Syahrul
21 Januari 2016, 18:42
Investasi Padat Karya Untuk Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia
Arief Kamaludin I Katadata
Presiden Joko Widodo saat meninjau sebuah pabrik sepatu yang termasuk industri padat karya di Banten, Oktober 2015.

KATADATA - Di tengah tren perlambatan ekonomi global, realisasi investasi di Indonesia masih mencatatkan kenaikan sepanjang 2015. Meski begitu, sektor industri padat karya tercatat sebagai satu-satunya sektor usaha yang mengalami penurunan realisasi investasi. Padahal, sesuai namanya, sektor inilah yang paling banyak menyediakan lapangan kerja.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi di sektor padat karya pada 2015 mencapai Rp 55,5 triliun. Jumlahnya turun 12 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan secara umum realisasi investasi pada 2015 meningkat 17,8 persen menjadi Rp 545,4 triliun. "Semua (realisasi investasi) naik kecuali sektor industri padat karya yang turun," kata Kepala BKPM Franky Sibarani saat konferensi pers di BKPM, Jakarta, Kamis (21/1).

Penurunan realisasi investasi di sektor padat karya ini dimotori oleh sektor makanan dan minuman yang turun 18,4 persen menjadi Rp 43,5 triliun. Disusul oleh industri kulit dan sepatu yang realisasi investasinya turun 14,6 persen menjadi Rp 2 triliun. Sedangkan industri lainnya, seperti tekstil dan kayu, masih mencetak kenaikan realisasi investasi masing-masing sebesar 35,7 persen dan 39,7 persen.

(Baca: Cina Melemah, Industri Manufaktur Indonesia Berpeluang Meningkat)

Franky menyebut, banyak faktor yang menyebabkan turunnya realisasi investasi pada sektor padat karya. Salah satu faktor tersebut adalah delapan paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis pemerintah sejak September tahun lalu belum efektif dirasakan oleh pelaku usaha di sektor padat karya. Ia mencontohkan, insentif pengurangan pajak penghasilan (PPh) lewat revisi tax allowence masih dalam proses. “Jadi masih perlu percepatan dari insentif yang ditetapkan.”

Secara umum, Franky menyebut kenaikan investasi 2015 terdiri dari kenaikan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 15 persen menjadi Rp 179,5 triliun. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) meningkat 19,2 persen menjadi Rp 365,9 triliun. Peningkatan realisasi investasi ini turut menambah penyerapan tenaga kerja yang bertambah 0,3 persen menjadi 1.430.846 orang.

Secara wilayah, investasi di Pulau Jawa masih mendominasi sebesar 54,4 persen dari total nilai investasi. Sisanya di luar Jawa sebesar 45,6 persen. Namun, porsinya sudah meningkat dibandingkan 2014 yang masih sebesar 43 persen. Berdasarkan sektor usaha, sektor telekomunikasi menyumbang realisasi investasi terbesar disusul oleh sektor kelistrikan.

(Baca: Pemerintah Targetkan Pembahasan DNI Selesai Dua Pekan Lagi)

Di sisi lain, Franky memaparkan realisasi PMA berdasarkan asal negara masih didominasi investor asal Singapura sebesar US$ 5,9 miliar. Diikuti investor asal Malaysia US$ 3,1 miliar, Jepang US$ 2,9 miliar, Belanda US$ 1,3 miliar, dan Korea Selatan US$ 1,2 miliar. "Sedangkan realisasi investasi asal Cina berada di posisi 9. Ini karena biasanya mereka masuk melalui investasi tidak langsung," katanya.

Berdasarkan wilayah, Jawa Barat merupakan lahan terbesar penyedot investasi 2015 dengan nilai US$ 5,7 miliar. Diikuti oleh DKI Jakarta US$ 3,6 miliar, Jawa Timur US$ 2,6 miliar, Banten US$ 2,5 miliar, dan Kalimantan Timur sebesar US$ 2,4 miliar.

Tahun ini, BKPM mencanangkan target realisasi investasi mencapai Rp 594,5 triliun atau meningkat 9 persen dari 2015. Franky mengatakan pihaknya saat ini akan fokus mengejar investasi baru untuk mengejar target tersebut.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...