Pemerintah Lindungi Perusahaan E-commerce Pemula
KATADATA - Pemerintah berrencana mengatur investasi yang terlarang bagi asing atau Daftar Negatif Investasi (DNI) terkait perusahaan perdagangan secara online atau e-commerce yang telah mapan. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan rencana tersebut untuk menyelamatkan perusahaan pemula (startup) digital lokal yang lebih kecil.
Menurutnya, banyak perusahaan teknologi informasi besar mencaplok perusahaan startup yang baru berjalan. Di sisi lain, banyak perusahaan besar merupakan perusahaan yang terdaftar di negara lain sehingga keuntungannya tercatat di negara tersebut.
"Jadi kalau diperbolehkan (membuka DNI) untuk yang besar dan established, kita bisa melindungi startup Indonesia bertumbuh. Jangan sudah apa-apa diambil asing," kata Rudiantara di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat, 23 ktober 2015.
Menurutnya, saat ini ada tiga kategori perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia, yakni startup, Usaha Kecil dan Menengah, dan perusahaan besar. Pertimbangan revisi Daftar Negatif Investasi juga diambil setiap dua tahun sekali. "Ini kita lakukan untuk 2016. Tahun 2018 nanti ada lagi," ujarnya.
Oleh karen aitu, dia mengimbau pengusaha startup lokal tidak buru-buru menjual perusahaannya kepada perusahaan asing yang besar. Sebisa mungkin, perusahaan tersebut dibesarkan sampai titik sangat menguntungkan hingga akhirnya investor asing masuk. Dengan demikian, ketika ada reposisi DNI, akan jelas mana yang harus dilindungi, dengan pertimbangan utama agar ada keuntungan bagi Indonesia.
Sebelumnya Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyampaikan salah satu bentuk usaha yang masuk dalam pembahasan Daftar Negatif Investasi adalah perumahan untuk manula (senior living) dan pemakaman. Potensi kedua bisnis ini dinilai besar.
Untuk jenis usaha senior living, sudah ada dua investor yang mengajukan izin khusus ke BKPM dari Australia dan Jepang. Modal yang akan ditanam kedua perusahaan tersebut masing-masing US$ 26 dan US$ 40 juta. Sampai saat ini, para investor tersebut mengajukan lahan usaha di wilayah Jawa. Namun ada juga yang meminta di Bali.
Menurut Franky, mereka berminat merambah bisnis ini karena Indonesia menjadi tujuan warga negara asing khususnya manula yang ingin menghindari musim dingin di negaranya. Sayangnya, payung hukum usaha tersebut belum jelas. Sebab, untuk visa turis biasanya hanya diberikan waktu tiga bulan. Adapaun turis yang datang dengan keperluan tempat tinggal beriklim tropis butuh waktu enam bulan. Untuk itu dia membuka usulan dari kementerian terkait dan juga publik.
Selain dua sektor tersebut, industri lain yang akan dibahas adalah e-commerce dan aplikasi, misalnya Lazada dan Tokopedia. Termasuk pula Gojek, Grabbike, dan usaha jasa sejenisnya. Begitu juga dengan sektor maritim akan menjadi bahasan.