Akibat Corona, Permintaan Baja Dunia Diramal Terkontraksi 6,4%
Pandemi corona memukul permintaan baja di seluruh dunia. Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan, permintaan baja secara global diramal terkontraksi 1.654 metrik ton atau 6,4% tahun ini seiring adanya perubahan konsumsi baik dari sektor industri maupun masyarakat termasuk minimnya investasi selama pandemi.
Ketua Dewan Pembina IISIA, Edy Putra Irawadi mengatakan, adanya perubahan teknologi industri turut berperan menekan permintaan baja. Terlebih lagi, sebagian besar produk baja dijual untuk produk-produk rumah tangga.
"Permintaan baja dunia tahun 2020 menurut World Steel Association kontraksi 6,4% atau drop 1.654 metrik ton. Tapi diperkirakan pada 2021 permintaan baja akan kembali tumbuh sebesar 3,8% atau naik 1.317 metrik ton," kata Edy dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (9/7).
(Baca: Permintaan Turun 60%, Industri Baja Minta Stimulus Harga Gas & Listrik)
Menurut Edy, adanya pandemi virus corona yang memukul daya beli masyarakat membuat permintaan barang-barang rumah tangga berbahan baku baja kian menyusut. Pasalnya, mayoritas negara pengguna barang rumah tangga berbahan baku baja saat ini menjadi episentrum penyebaran wabah.
Sebut saja, Korea Selatan dengan konsumsi baja 1.039 kg per kapita, Taiwan sebanyak 790 kg per kapita dan Jerman sebesar 470 kg per kapita. Lalu, ada Tiongkok 330 kg per kapita dan Amerika Serikat (AS) sebanyak 297 kg per kapita.
"Kalau ada resesi ekonomi, maka imbasnya permintaan baja ikut turun, seperti pada tahun 2018 dan 2019. Sekarang di kuartal pertama produksi dunia sudah turun 18%," kata dia.
Imbas minimnya permintaan, menjadikan pasokan baja di pasar internasional over supply. Edy menyebut, ekspor baja dunia tahun 2019 sebanyak 436 juta metrik ton, sedangkan kebutuhan yang tercermin dari angka impornya hanya berkisar 374 juta. Alhasil, ada surplus sebanyak 62 juta metrik ton dan ini pula kemudian menyebabkan banyak lari ke dalam negeri.
"Produksi baja dari tahun 2019 itu 1.869,9 juta metrik ton, cepat sekali tumbuhnya dan rata-rata produksi baja dunia terus meningkat," kata dia.
Senada, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim sebelumnya mengatakan, imbas merebaknya wabah corona membuat Indonesia berpotensi kebajiran impor baja. Hal ini juga terjadi di berbagai negara lain.
Menurutnya, dengan ekonomi lesu, stok atau pasokan baja global pun banyak yang menganggur dan tak terserap pasar. "Karena ada penurunan pertumbuhan ekonomi, jadi over supply. Baja impor tersebut yang akan masuk ke Indonesia cepat atau lambat," kata Silmy di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (11/3).
(Baca: Pelaku Usaha Minta Perlindungan dari Serbuan Impor Baja Selama Pandemi)
Silmy yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IISIA itu mengatakan, jika hal itu terjadi maka over supply dirmalkan akan terjadi pada bulan Mei - Juni. Sebab, kontrak konstruksi baja umumnya habis pada periode tersebut.
Selain itu, impor baja menurutnya bisa datang dari berbagai belahan dunia. Bila terjadi kelebihan pasokan, eksportir akan mencari pasar yang mudah untuk menyerap stok baja dari negaranya, salah satunya Indonesia. "
Karena memang kita belum optimal dalam menjaga impor," ujar dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor besi dan baja sepanjang 2019 mencapai US$ 10,39 miliar atau sekitar Rp 753 triliun. Realisasi impor baja meningkat 1,42% dibanding tahun sebelumnya US$ 10,25 miliar.