E-Commerce Topang Bisnis Retail Asia Pasifik Tumbuh Tercepat di Dunia
Pandemi corona telah mempercepat transisi sektor industri retail dari konvensional ke platform digital. Riset Bain & Company dalam laporan “The Future of Retail in Asia-Pacific: How to Thrive at High Speed” mengungkapkan, penetrasi daring di industri retail kawasan Asia-Pasifik lebih cepat dibandingkan negara lain di dunia.
Kawasan ini mewakili sekitar tiga perempat dari pertumbuhan retail dunia dan penjualan online dengan penetrasi digital yang canggih. Pertumbuhan dan e-commerce wilayah ini pun meningkat drastis.
Penelitian juga menemukan, dari 2014 hingga 2019, pertumbuhan tahunan penjualan retail Asia Pasifik empat kali lipat dibanding negara lain di dunia. Sedangkan penjualan online tumbuh hampir dua kali lipat.
Padahal, e-commerce Asia-Pasifik sudah dimulai dari basis yang lebih tinggi. Penetrasi online di kawasan ini tumbuh dari 9% menjadi 19% pada 2014 dan 2019. Sedangkan kawasan lain hanya naik dari 6% menjadi 11%.
Tingkat kemapanan digital yang lebih maju di kawasan ini menjadi alasan, pentingnya Asia-Pasifik sebagai mesin pertumbuhan serta harapan industri retail di masa depan. Hal ini terjadi di tengah mulai banyaknya pergeseran selama pademi corona berlangsung.
“Pandemi corona saat ini telah mempercepat gangguan yang berdampak pada sektor retail, tetapi industri ini secara keseluruhan sudah mulai beralih ke inovasi digital dan e-commerce, ”kata penulis laporan yang juga parner Bain & Company, Melanie Sanders.
Pasar Asia Pasifik menurutnya bisa melakukan lompatan, melampaui tahap pengembangan yang tengah dilakukan oleh AS dan Eropa dengan susah payah. Hal ini lantas memungkinkan Asia Pasifik sebagai mesin pertumbuhan industri dan pemimpin pasar digital.
"Pasar lain harus mengambil langkah dan belajar dari apa yang terjadi di sini," katanya.
Penelitian juga menemukan setidaknya ada enam langkah percepatan industri di masa pandemi corona.
Pertama, menemukan kembali proposisi nilai. Konsumen Asia memimpin dalam adopsi digital. Ini bisa diterjemahkan ke dalam pertumbuhan usaha dengan format dan penawaran produk yang mengutaman kenyamanan, belanja online dan polarisasi antara pengecer dan premium.
Kedua, mengungulkan perangkat digital. Lebih dari 70% e-commerce di Asia dilakukan via telepon, sedangkan AS menyumbang 40%. Penggunaan saluran digital meningkat drastis selama pandemi corona.
Misalnya, konsumen di Tiongkok, yang mana diperkirakan ada 35% konsumen melakukan pembelian melalui video steraming pada 2020. Ini menuntut peretail beradaptasi, sebagai bentuk baru keterlibatan digital yang muncul dengan cepat.
Ketiga, ketahanan aset dan operasional masa depan. Di Asia-Pasifik, hanya pengecer di Australia dan Jepang yang membangun jaringan toko fisik mereka seluas rekan mereka di AS dan Eropa Barat.
Sedangkan Tiongkok, hanya perlu penambahan ruang sekitar 1% untuk mendukung platform online. Peretail wilayah ini berada memiliki peningkatan bisnis online lebih mapan, sehingga tak perlu memperluas jaringan fisik mereka terlalu besar. Hanya diperlukan gerai kecil untuk mendukung omnichannel serta ruang pamer.
Keempat, menguasai ketahanan rantai pasokan. Konsumen berharap layanan pengiriman cepat. Sedangkan kepadatan perkotaan, infrastruktur logistik, dan biaya tenaga kerja menjadi tantangan layanan ini.
Di Mumbai dan Jakarta misalnya, tenaga kerja berupah rendah, kemacetan lalu lintas tinggi, dan biaya sewa relatif rendah berarti konsep hyperlocal akan menjadi yang paling efektif dan menguntungkan.
Kelima, faktor ekosistem. Kebangkitan ekosistem di Asia semakin jauh lebih cepat dengan adanya Covid-19. Banyak peretail bekerja sama untuk memajukan platform digital, mencapai skala virtual, dan mempercepat migrasi ke online.
Keenam, perangkat digital. Banyak peretail berinvestasi dalam membangun kemampuan baru dalam sistem analitik dan teknologi untuk mengantisipasi perubahan pasar dengan memanfaatkan data aset yang mereka miliki.
Peretail yang telah memenuhi faktor tadi dinilai memiliki keunggulan bekelanjutan dibanding para pesaing.
“Kondisi makro ekonomi saat ini telah menimbulkan tantangan yang berat bagi sebagian orang peretail, sementara yang lain telah mengalami periode hasil yang luar biasa," kata penulis laporan yang juga mitra Bain & Company yang berbasis di Bangkok, Derek Keswakaroon.
Dari penelitian ini, menurutnya bisa disumpulkan peretail harus segera fokus pada pengembangan dan penerapan strategi masa depan bisnis mereka. Termasuk meninjau gerai serta mengubah model operasi menjadi lebih efektif dan didorong oleh basis data.