Ditinggal Penyewa, Okupansi Mal Diprediksi Hanya 60% Tahun Ini
Pandemi Covid-19 diramal masih memberikan dampak bagi industri retail tahun ini. Alhasil, okupansi atau tingkat hunian mal atau pusat belanja Tanah Air diprediksi kembali turun akibat banyak tenant tak memperpanjang masa sewa.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyatakan, secara nasional tingkat okupansi pusat perbelanjaan pada 2020 sebesar 70%-80%. Angka ini menurun dibandingkan sebelum pandemi yang mencapai 80%-90%.
Dengan trafik pengunjung mal yang menurun selama pandemi, menyebabkan bisnis retail lesu. Dia memperkirakan tingkat okupansi pusat perbelanjaan tahun ini bisa turun 10% - 20% lantaran banyak tenant tidak memperpanjang masa sewa.
"Dalam waktu dekat tidak ada penyewa baru, karena pelaku usaha cenderung membatalkan atau menunda usaha mereka sambil menunggu perkembangan ekonomi ke depan," kata Alfionz kepada Katadata.co.id, Rabu (6/1).
Akibatnya, pendapatan pengusahan pusat perbelanjaan di tahun ini semakin tertekan. Dia mencontohkan, sebelum pandemi 82 pusat perbelanjaan di Jakarta, rata-rata bisa mengantongi pendapatan Rp 1,85 triliun per bulan. Sedangkangkan tahun ini, pendapatan yang bisa dikantongi kemungkinan hanya sekitar 40%.
Situasi ini membuat bisnis mal kian babak belur. Sebelumnya bahkan ada pengelola mal menjual gedung lantaran sulit mempertahankan kinerja bisnisnya selama pandemi.
Kondisi serupa menurutnya bisa saja kembali terjadi bila pengusaha tak pandai melakukan efisiensi dan mendapat dukungan insentif pemerintah.
“Untuk saat ini, jalan yang dilakukan adalah tetap mempertahankan efisensi, sembari berharap adanya bantuan dari pemerintah,” kata dia.
Alfonz berharap, pusat perbelanjaan kembali pulih di semester II. Namun, ini bergantung pada efektifitas vaksinasi yang akan mulai dilaksanakan.
Dihubungi terpisah, Public Relations Manager Grand Indonesia Dinia Widodo menyebutkan, pengunjung malnya masih terpantau stabil cenderung ramai pada saat libur natal 2020 dan tahun baru 2021. Menurutnya, trafik pengunjung libur panjang kemarin hampir sama dengan tahun lalu.
Dimana peningkatan pengunjung ini dikarenakan keperluan mencari kebutuhan Natal dan Tahun baru.
“Kami mematuhi protokol kesehatan dengan tetap membatasi jumlah pengunjung di bawah 50% sejalan dengan himbauan pemerintah,” ujar Dinia.
Dia pun memperkirakan, tingkat kunjungan mal di kuartal I tahun ini tak berbeda dengan tahun lalu, ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi diberlakukan. “Kenaikan pengunjung hanya terjadi pada weekend saja,” ujar dia.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy menyatakan, berkaca dari tahun lalu, pola penjualan ritel mengikuti perbaikan kinerja ekonomi dan PSBB.
Artinya, jika kinerja ekonomi membaik dan PSBB dilonggarkan pemerintah, prospek penjualan retail semakin membaik. Namun, bila ekonomi telah membaik dan PSBB masih diperketat, maka indeks penjualan ritel berpotensi memburuk.
Karena itu dia memprediksi, pada kuartal-I tahun ini, sektor retail kemungkinan masih berada di level negatif. Sebab, pada kuartal ini pemerintah baru merencanakan vaksinasi, sehingga dampak ke ekonomi akan terasa pada kuartal-II 2021.
“Artinya, kerugian dari penjualan retail masih belum bisa ditutupi pada periode ini,” ujar Yusuf.
Riset Mandiri Institute menunjukkan, selama PSBB transisi, kunjungan ke pusat perbelanjaan mengalami peningkatan. Kenaikan kunjungan tertinggi terjadi di Shopping Mall dari 44% pada Juli 2020 menjadi 61%.
Peningkatan tersebut juga didukung kembalinya aktivitas pekerja kantoran (work from offince). Selain itu, terdapat keinginan konsumen untuk mencari hiburan. Survei dilakukan menggunakan pelacakan dengan metode live tracking dari 5.968 lokasi toko dan 7.531 restoran di kota besar pada Juli hingga Agustus 2020 yang dilakukan Mandiri Institute.
Data berasal dari Google Maps dengan informasi tingkat kunjungan, waktu kunjungan terpopuler, review, dan lain sebagainya. Detailnya bisa dilihat dalam tabel databoks berikut: