Gara-gara Pandemi, Jakarta Ditinggalkan Konsumen Properti?
Sejumlah pakar mengatakan pandemi Covid-19 cukup memberi pengaruh terhadap pasar properti, khususnya dari sisi konsumen. Tak sedikit yang menyebut pusat-pusat kota besar dan padat seperti Jakarta akan mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Bukan cuma soal jarak, perilaku konsumen terhadap pemilihan jenis properti, seperti apartemen atau rumah tapak, juga ikut berubah.
Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Consumer Division Bank BTN Suryanti Agustinar dalam salah satu acara Rumah.com mengatakan konsumen semakin senang punya rumah tapak jauh dari Jakarta lantaran bisa bekerja dari rumah alias work from home (WFH).
Namun, ternyata tidak semua wilayah DKI Jakarta benar-benar ditinggalkan oleh konsumen properti.
Berdasarkan data tren pencarian properti di Rumah.com, tidak semua wilayah Jakarta ditinggalkan oleh para pemburu properti.
Jakarta Selatan dan Jakarta Timur masih menjadi daerah paling favorit di wilayah Jabodetabek pada kuartal pertama (Q1) 2021. Bahkan, daerah Jakarta Selatan meraup hampir seperempat konsumen properti di Jabodetabek yang mencari hunian melalui situs Rumah.com. Sementara Jakarta Timur kini setara dengan Kota Depok yang berbatasan langsung dengan Jakarta Selatan.
Jakarta Barat menempati posisi kelima, masih unggul ketimbang Kota Tangerang Selatan. Adapun Jakarta Utara mencatat persentase pencarian yang sama dengan Kabupaten Bogor. Wilayah Jakarta Pusat paling sedikit dicari di DKI Jakarta, meskipun masih unggul ketimbang Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Bogor.
Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) 2021 mencatat tren harga properti yang berbeda-beda di setiap kota administrasi di DKI Jakarta.
Jakarta Timur merupakan wilayah paling cemerlang dibandingkan dengan wilayah lain. Meskipun cenderung stagnan akhir-akhir ini, indeks harga properti gabungan di Jakarta Timur tidak pernah minus selama pandemi berlangsung. Peningkatan tertinggi secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) dicapai pada kuartal ketiga 2020, yakni sebesar 2,5 persen. Adapun secara tahunan atau year-on-year (YoY), kenaikan tertinggi terjadi pada kuartal kedua 2020, yaitu sebesar 6,1 persen.
Sementara itu, indeks harga properti gabungan di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat cenderung fluktuatif.
Di Jakarta Selatan, kenaikan tertinggi terjadi pada kuartal kedua 2020 dengan peningkatan sebesar 3,1 persen dibanding kuartal sebelumnya, sedangkan penurunan terparah terjadi pada kuartal keempat 2020 dengan penurunan sebesar dua persen secara kuartalan. Namun, secara tahunan tidak terlihat penurunan sama sekali.
Di Jakarta Pusat, indeks harga properti gabungan hanya pernah naik sekali, yakni pada kuartal ketiga 2020 dengan peningkatan sebesar 4,9 persen dibanding kuartal sebelumnya, sisanya minus. Kejatuhan terparah terjadi pada kuartal keempat 2020 dengan penurunan sebesar 2,6 persen secara kuartalan. Adapun secara tahunan, penurunan baru terlihat pada kuartal pertama 2020, yakni sebanyak 1,6 persen.
Jakarta Utara dan Jakarta Barat terlihat stagnan, tapi cenderung terus merosot setiap kuartalnya. Indeks harga properti gabungan di Jakarta Utara terparah turun sebesar 1,8 persen secara kuartalan pada kuartal keempat 2020 dan 0,3 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2021. Adapun indeks harga properti gabungan di Jakarta Barat terparah turun sebesar 0,5 persen secara kuartalan pada kuartal keempat 2020 dan 1,1 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2021.
Di sisi lain, suplai properti di DKI Jakarta tampaknya tidak banyak terganggu oleh pandemi Covid-19. Seluruh kota administrasi di DKI Jakarta juga mengalami tren kenaikan yang hampir serupa, hanya sempat sedikit turun pada kuartal ketiga (Q3) 2020.
Dengan begitu, fluktuasi indeks harga properti lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan permintaan hunian di masing-masing kota administrasi. Dari indeks harga properti gabungan, dapat disimpulkan Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara menjadi wilayah yang mulai ditinggalkan konsumen properti di Jabodetabek. Adapun Jakarta Selatan dan Jakarta Timur masih cukup diminati oleh para pemburu properti di tengah pandemi Covid-19.
Dari sisi indeks harga rumah tapak, Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) 2021 mencatat perbedaan tren dengan indeks harga properti gabungan terjadi di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat.
Indeks harga rumah tapak di Jakarta Pusat tidak turun di awal pandemi Covid-19. Penurunan 2,4 persen secara kuartalan baru terjadi secara berturut pada kuartal keempat (Q4) 2020 dan kuartal pertama (Q1) 2021. Pertumbuhan secara tahunan pada kuartal pertama (Q1) 2021 pun masih positif.
Adapun indeks harga rumah tapak di Jakarta Barat justru sempat naik selama pandemi Covid-19 walau sangat tipis. Hanya 0,6 persen pada kuartal kedua (Q2) 2020 dan 0,1 persen pada kuartal pertama (Q1) 2021 secara kuartalan. Kuartal sisanya stagnan.
Sementara indeks harga rumah tapak di Jakarta Timur, Selatan, dan Utara mengalami tren yang sama dengan indeks harga properti gabungan.
Sebagaimana properti gabungan, indeks suplai rumah tapak di seluruh wilayah DKI Jakarta mengalami tren naik sepanjang pandemi Covid-19 sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap naik-turunnya indeks harga rumah tapak.
Kemungkinan besar, penurunan harga di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat memang disebabkan oleh penurunan atau stagnasi peminat rumah tapak di wilayah tersebut sehingga terjadi oversupply.
Sementara, indeks harga apartemen di DKI Jakarta hampir semuanya merosot tajam. Berdasarkan Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) 2021, hanya Jakarta Timur bertumbuh positif secara tahunan.
Indeks harga apartemen di Jakarta Pusat menjadi yang paling parah dengan kejatuhan sebesar 12,4 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2021. Disusul Jakarta Barat dengan penurunan sebesar 7,6 persen pada kuartal yang sama dibandingkan tahun sebelumnya. Jakarta Utara juga mengalami pertumbuhan minus 3,6 persen secara tahunan pada kuartal tersebut.
Adapun penurunan terbesar dalam indeks harga apartemen di Jakarta Selatan terjadi pada kuartal keempat 2020, sebesar 2,8 persen dibanding kuartal yang sama pada tahun sebelumnya.
Jakarta Timur mencatat kenaikan tipis untuk indeks harga apartemen sebesar 0,8 persen pada kuartal pertama 2021 secara tahunan.
Dari indeks suplai apartemen, hanya Jakarta Timur yang mengalami penurunan sebesar 2,9 persen secara kuartalan pada kuartal pertama (Q1) 2021. Dengan begitu, kelangkaan suplai apartemen tampaknya lebih berpengaruh terhadap kenaikan indeks harga apartemen di Jakarta Timur ketimbang disebabkan oleh peningkatan peminat apartemen di wilayah tersebut. Apalagi kenaikan indeks harga apartemen di Jakarta Timur sangat tipis.
Jakarta Tidak Ditinggalkan Sepenuhnya
Data RIPMI 2021 menunjukkan minat terhadap properti di DKI Jakarta masih ada meski tidak sebaik dulu, khususnya untuk rumah tapak di wilayah Jakarta Timur dan Selatan. Keduanya cenderung stagnan atau fluktuatif dengan kenaikan tahunan yang sangat tipis.
Secara akumulatif, wilayah yang terdampak paling parah oleh pandemi Covid-19 adalah Jakarta Pusat, disusul Jakarta Barat, lalu Jakarta Utara.
Akan tetapi, secara parsial Jakarta utara merosot lebih dari tiga persen secara tahunan pada kuartal pertama 2021, baik dari pasar apartemen maupun rumah tapak.
Jakarta Pusat hanya pasar apartemennya saja yang paling anjlok di tengah pandemi Covid-19, pasar rumah tapaknya tetap alami peningkatan signifikan. Sementara Jakarta Barat naik tipis di pasar rumah tapak dan turun drastis di pasar apartemen.