Neraca Dagang April Diprediksi Masih Surplus, Ekspor CPO Tak Berdampak

Abdul Azis Said
17 Mei 2022, 09:09
Ekspor
ANTARA FOTO/Septianda Perdana/hp.
Petugas operator mengawasi penyaluran Cruid Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Belawan Medan, Sumatera Utara, Selasa (28/7/2020).

Neraca dagang April 2022 diperkirakan masih akan mencetak surplus meski turun tipis, Hal ini terjadi sekalipun pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor komoditas unggulan, yakni minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada akhir periode tersebut.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan kinerja ekspor masih akan moncer di tengah harga komoditas yang bertahan tinggi, sementara impor juga akan naik seiring periode musiman Ramadan dan Lebaran.

Menurut Davi, neraca dagang diperkirakan surplus US$ 4,3 miliar, lebih rendah dari bulan sebelumnya US$ 4,53 miliar. Ekspor diramal tumbuh 36,3% secara tahunan atau year on year (YoY), lebih rendah dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya 44,36%. Perang Rusia dan Ukraina yang mengerek kenaikan harga-harga komoditas masih menjadi penyebab masih tingginya ekspor.

"Larangan ekspor (CPO) baru mungkin kelihatan pengaruhnya bulan Mei ini karena kita akan kehilangan sekitar US$ 3 miliar per bulan," ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (16/5).

Dari sisi impor diperkirakan tumbuh 29,2% YoY. Impor bahan baku serta barang konsumsi akan relatif tinggi pada April seiring persiapan lebaran.

Perkiraan David tersebut tak beda jauh dengan perhitungan ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman yang meramalkan surplus mencapai US$ 4,23 miliar. Baik ekspor maupun impor masih akan tumbuh dua digit secara tahunan.

"Kenaikan harga komoditas global di tengah perang Rusia dan Ukraina masih sangat mendukung kinerja ekspor Indonesia," ujarnya.

Ekspor diramal tumbuh 42,7% YoY. Meski demikian, ia melihat ada tantangan dari sisi ekspor terutama karena penurunan kinerja manufaktur di Cina. Indeks PMI Manufaktur Negeri Tirai Bambu jatuh ke level terendah dalam 26 bulan pada April di tengah kenaikan kasus Covid-19 dan upaya pemerintah melakukan pengamanan wilayah. Kondisi ini menyebabkan permintaan yang lebih rendah dari Cina.

Sementara itu, impor diramal tumbuh 36,72% yoy. Hal ini didukung oleh permintaan yang meningkat seiring periode Ramadan dan lebaran. PMI Manufaktur Indonesia naik tipis dari 51,3 menjadi 51,9 pada 22 April. Faktor lainnya karena harga minyak juga tetap tinggi, meningkat 105% YoY.

Perkiraan surplus oleh Kepala Bank Permata Josua Pardede jauh lebih rendah dibandingkan dua perkiraan sebelumnya. Ia meramalkan surplus bulan lalu sebesar US$ 3,27 miliar, tergerus lebih dari US$ 1 miliar dari surplus Maret 2022. Ekspor diramal tumbuh 35,97% YoY dan impor sebesar 34,97%.

"Penurunan surplus dipengaruhi oleh penurunan kinerja ekspor secara bulanan mempertimbangkan penurunan rata-rata harga komoditas global seperti CPO 4,4% Month to Month (MtM), batu bara 5,58% MtM dan karet alam 2,25% MtM," kata dia.

Sejumlah mitra dagang RI seperti Cina, zona Euro serta secara keseluruhan indeks PMI manufaktur global mencatat penurunan. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor RI.

Impor tumbuh 34,97% YoY. Ia melihat, impor migas akan melandai pada bulan April setelah meningkat pada bulan sebelumnya. Sementara impor non-migas masih akan meningkat seiring perbaikan kondisi manufaktur dalam negeri. 

"Berdasarkan jenis penggunaan, impor barang konsumsi diperkirakan akan cenderung meningkat jelang Idul Fitri, mengikuti pola yang sama pada tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Lavinda

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...