Produksi Alat Berat Nasional Terganjal Pembatasan Impor Bahan Baku

Andi M. Arief
29 Juli 2022, 13:17
alat berat
ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/hp.
Pekerja menggunakan alat berat beraktivitas di proyek pembangunan jalan tol Rangkasbitung-Cileles di Cikulur, Lebak, Banten, Kamis (7/7/2022).

Produsen alat berat Indonesia menargetkan kenaikan produksi hingga 40% menjadi 9.000 unit pada tahun ini. Namun, proses produksi terganggu dengan kebijakan pembatasan impor bahan baku.

Ketua Umum Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) Jamaluddin mencatat produsen alat berat masih membutuhkan 50% impor dari total bahan baku, seperti baut dan plat baja.

Bahan baku yang saat ini paling dibutuhkan adalah High Tensile Steel atau baja yang kuat menopang tekanan tinggi. "Jenis baja tersebut belum diproduksi di dalam negeri karena belum adanya teknologi produksi baja tersebut," kata Jamaluddin kepada Katadata.co.id, Jumat (29/7).

Jamaluddin mengatakan keberadaan high tensile steel cukup langka di pasar domestik maupun internasional. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan hampir semua sektor industri yang serentak dan memutuskan untuk ekspansi.

Artinya, kelangkaan high tensile steel di dunia didorong oleh peningkatan pembuatan mesin produksi untuk seluruh sektor industri.

Jamaluddin menyatakan keadaan tersebut diperburuk dengan adanya kebijakan pembatasan impor. Jamaluddin mengaku pemerintah merespon positif saat menerima laporan kondisi bahan baku industri alat berat, namun masih menunggu langkah nyata respon tersebut.

Selain pemerintah, Jamaluddin juga telah berdiskusi dengan produsen baja dalam negeri, yakni PT Krakatau Steel Tbk. Menurutnya, sebagian besar bahan baku industri alat berat yang dipasok domestik berasal dari emiten industri baja berkode KRAS ini.

Jamaluddin mengatakan KRAS telah menaikkan alokasi produksi untuk bahan baku industri alat berat. Namun, KRAS masih enggan untuk memproduksi high tensile steel.

Jamaluddin berpendapat hal tersebut disebabkan oleh skala ekonomi yang belum tercapai jika high tensile steel diproduksi di dalam negeri. Pasalnya, kapasitas produksi maksimum industri alat berat hanya 10.000 unit per tahun.

Namun demikian, salah satu tantangan pemenuhan permintaan tersebut adalah kesulitan impor bahan baku. Jamaluddin mencatat bahan baku yang harus diimpor mencapai 50% dari total jenis, seperti baut dan plat baja.

Bahan baku yang saat ini paling dibutuhkan adalah High Tensile Steel atau baja yang kuat menopang tekanan tinggi. Jenis baja tersebut belum diproduksi di dalam negeri karena belum adanya teknologi produksi baja tersebut.

Jamaluddin mengatakan keberadaan high tensile steel cukup langka di pasar domestik maupun internasional. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan hampir semua sektor industri yang serentak dan memutuskan untuk ekspansi.

Artinya, kelangkaan high tensile steel di dunia didorong oleh peningkatan pembuatan mesin produksi untuk seluruh sektor industri.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...