Subsidi Motor Listrik Rp 6,5 Juta untuk Ojol Dinilai Salah Sasaran
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai rencana pemberian subsidi kendaraan listrik khususnya sepeda motor untuk angkutan online dinilai salah sasaran. Hal itu tidak akan menyelesaikan masalah transportasi di Indonesia.
"Kalau rujukannya Inpres 7 tahun 2022, sangat jelas bahwa yang disasar peraturan tersebut adalah Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah," kata Ketua MTI Pusat Tory Darmantoro dalam keterangan di Jakarta, Rabu (14/12).
MTI menekankan perlu adanya peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum sehingga kebijakan penataan angkutan umum di seluruh kota di Indonesia harus terus diperkuat dan disempurnakan.
Sepeda motor bukan angkutan umum
Darmantoro menyebut ekosistem transportasi Indonesia saat ini didominasi kendaraan pribadi. Porsi penggunaan kendaraan pribadi jauh lebih tinggi, yakni sekitar 80-90 persen dibandingkan angkutan umum yang hanya 10 hingga 20 persen.
Hal tersebut menyebabkan masalah kemacetan, pemborosan BBM, pembengkakan subsidi, serta polusi udara perkotaan yang terus meningkat.
"Angkutan online terutama sepeda motor yang akan diprioritaskan mendapat subsidi kendaraan listrik sesungguhnya tidak lebih membutuhkan subsidi ketimbang angkutan umum perkotaan lain yang berbasis bus atau rel," ujarnya.
Darmantoro juga menyebut sampai saat ini, menurut undang-undang, sepeda motor bukan angkutan umum karena masalah keselamatan dengan tingkat fatalitasnya tinggi ketika terjadi kecelakaan. Belum lagi dengan belum adanya pengaturan perannya dalam tatanan transportasi nasional.
"Penggunaan sepeda motor yang seolah menjadi angkutan umum karena adanya anomali sistem transportasi di Indonesia yang sangat didominasi oleh sepeda motor. Anomali yang seolah menjadi kewajaran dan ditambah adanya celah kevakuman regulasi kemudian dimanfaatkan oleh pengusaha untuk menciptakan angkutan online berbasis teknologi informasi," katanya.
Infrastruktur lebih penting
Di sisi lain, Darmantoro menegaskan pihaknya mengamini perlunya dukungan fiskal pemerintah untuk pengembangan kendaraan listrik sebagai upaya konversi energi BBM ke energi listrik. Akan tetapi, subsidi lebih tepat diberikan untuk pembangunan infrastruktur dan bukan pada kegiatan konsumsi yang seharusnya dibiarkan menjadi bagian dari mekanisme pasar.
Ia juga menyebut akan lebih tepat jika Kementerian ESDM dapat memberikan dukungan subsidi infrastruktur kendaraan listrik seperti charging station, jaringan battery swab, dan proses sambungan listrik yang mudah dan murah bagi fasilitas pengisian daya bagi kendaraan listrik.
"Subsidi produksi atau subsidi harga jual yang bisa mencapai triliunan rupiah tersebut sebaiknya dialihkan ke pembangunan infrastruktur kendaraan listrik untuk angkutan umum atau paling tidak sebagian dialihkan ke subsidi bus listrik untuk mewujudkan angkutan umum yang berkualitas, terjangkau, dan ramah lingkungan," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan subsidi pembelian kendaraan listrik ditargetkan akan dimulai di tahun depan. Luhut menyampaikan, saat ini pemerintah sedang membicarakan dan menghitung tentang besaran dana subsidi kendaraan listrik untuk masyarakat.
Dirinya menegaskan, Indonesia tidak boleh kalah dari Thailand dan Vietnam yang telah lebih dahulu memberi subdisi kendaraan listrik. "Kita kan benchmark saja dengan Thailand dan Vietnam, jadi jangan sampai kita kalah," katanya kepada media di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (13/12).
Selain itu, Luhut menegaskan agar jumlah subsidi tidak kalah dengan negara-negara tersebut. Menurutnya jika jumlah subsidi kalah, Indonesia akan rugi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan ekosistem kendaraan listrik akan berkembang pesat dalam beberapa tahun ke depan.
Kementerian ESDM memprediksi jumlah motor listrik di Indonesia akan meningkat menjadi 11,79 juta unit pada 2025, kemudian terus berkembang hingga 13 juta unit pada 2030.